Sabtu, 06 Maret 2010

KPK


DALAM suasana menjelang perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1430, rakyat Indonesia dihadapkan persoalan membimbangkan hati, menyangkut pemberantasan korupsi di negeri ini. Ketika rakyat percaya korupsi sedang diberantas habis, tiba-tiba dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan sebagai tersangka dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang.

Dua pimpinan KPK yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, selama ini dikenal punya reputasi paling bagus di KPK. Itu sebabnya tak sedikit rakyat Indonesia yang marah, prihatin dengan situasi yang ada.

Di kalangan pro KPK, terbaca ada skenario untuk mengkerdilkan lembaga yang dikenal dan ditakuti para koruptor itu. Tanda-tanda banyak kalangan atas yang tidak suka, sudah mulai tampak sejak beberapa tahun institusi itu didirikan. Selalu saja ada perlawanan dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan gerak langkah KPK.

Skenario dari eksternal dimulai dari Kejaksaan Agung yang sejak lama diketahui sering mempertanyakan fungsi penuntutan yang dipegang oleh KPK. Sepertinya para jaksa tidak rela wewenang penuntutan yang menjadi wilayah kerja mereka ikut pula menjadi wewenang KPK.
Kemudian di parlemen yang menjadi ujung tombak produk hukum yang juga mengatur tentang KPK. Sejak banyak politisi diobok-obok karena menerima suap dan korupsi oleh lembaga itu, upaya-upaya untuk ‘memberangus’ KPK sudah mulai ada. Mereka merasa terganggu dengan keberadaan lembaga yang diistilahkan memilih super body itu.

Rupanya Polri merasa ‘terpanggil’ menjadi eksekutor? Sejak Antasari Azhar (Ketua KPK) ditangkap dalam kasus pembunuhan Nazaruddin, skenario itu seakan terangkai lagi dan semakin mantap ketika muncul ‘nyanyian’ Antasari soal suap dari Dirut PT Masaro Anggoro Widjojo. Suap sebesar Rp5,1 Miliar dikabarkan diterima kedua pimpinan KPK tersebut.
Suap atau bukan, persoalan yang muncul adalah melemahnya kembali kepercayaan publik terhadap lembaga kuat seperti KPK. Tentu saja ini membuat senang kalangan yang melakukan korupsi pada masa lalu dan bisa melanjutkan praktiknya pada masa mendatang.
Para pimpinan KPK boleh ditangkap, kalau memang bersalah. Apalagi kalau memang benar menerima suap seperti dituduhkan, perbuatan itu sangatlah biadab. Bahkan lebih jahat dari koruptor lainnya.
Tapi lembaga KPK tidak boleh mati. Karena dari sana sudah muncul ‘cahaya’ untuk memperbaiki negeri ini dari korupsi. Ayo! Dukung terus KPK. “Boleh tangkap orangnya, jangan dibakar rumahnya”. **

Tidak ada komentar: