Sabtu, 16 Juli 2016

Putar Otak Saat APBD Anjlok


Klop sudah. Pemerintah pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat sepakat mengubah asumsi defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 menjadi 2,35 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut melebar dari target awal APBN 2016  sebesar 2,15 persen.

Dampaknya, Pemerintah akan menyesuaikan jumlah penerimaan dan belanja agar selaras dengan asumsi tersebut. Itu berarti, tahun 2016 anggaran untuk pusat sampai ke daerah seperti Kaltim tak mungkin dipenuhi sesuai dengan perencanaan APBD.

Singkat cerita, seluruh pemerintahan level provinsi, kabupaten dan kota harus mengkoreksi APBD-nya sesuai kemampuan keuangan dari pemerintah pusat. Defisit sekitar Rp50 triliun yang diasumsikan pemerintah pusat, mau tidak mau terdistribusi juga sampai ke daerah-daerah.

Pemerintah Provinsi bersama 10 pemerintah kabupaten dan kota termasuk yang terkena imbas. Sudah sejak memasuki tahun anggaran 2016, posisi keuangan mengalami kekurangan. Bahkan membuat pemerintah berhutang pada pihak ketiga.

Jalan mudahnya untuk mengatasinya adalah memangkas anggaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Untuk Pemprov Kaltim saja diperkirakan APBD tahun 2016 harus dipangkas sebesar 35 persen. Belanja riil Pemprov Kaltim tahun 2016 saja ditaksir berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086 triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya tinggal Rp5,986 triliun.

Itu Pemprov Kaltim. Pemkot Samarinda memastikan tidak ada proyek baru selama tahun 2016. APBD dihabiskan untuk membayar hutang proyek yang belum terbayar kepada kontraktor. Defisit anggarannya mencapai Rp1 triliun.

Cilakanya, walau sudah pasti APBD semua level pemerintahan berkurang, perilaku belanja para pejabat tidak berkurang. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak misalnya, tak riskan bepergian ke Moskow Rusia dengan membawa rombongan besar dari Kaltim. Padahal, itu adalah keberangkatan ketiga kali.

Di daerah lain, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari juga tak punya empati dengan kesulitan yang dialami warganya. Rita selama bulan ramadan misalnya, memasang iklan di televisi nasional Metro TV setiap hari. Isinya hanya sekedar ucapan selamat berbuka puasa. Tapi dipastikan untuk tampil 'pencitraan' di televisi nasional seperti itu menghabiskan miliaran rupiah.

Perilaku para anggota DPRD di masing-masing daerah juga tak berubah. Sesuai rencana yang telah mereka susun, reses-reses dan studi banding ke luar kota tidak direvisi. Hampir disemua kabupaten/kota dan juga provinsi, meski APBD mengalami masa kritis, tapi anggaran para legislator tidak boleh dikurangi.

Di Kaltim, Gubernur, para bupati dan wali kota juga seolah pasrah. Tidak muncul kreatifitas agar berkurangnya pendapatan di APBD ditutupi dengan produksi daerah. Di kantor-kantor pemerintahan yang terdengar adalah keluhan para pegawai tentang berkurangnya kegiatan karena berkurangnya drastisnya proyek.
Padahal, pada posisi defisit begini semestinya pemerintah putar otak, mencari strategi agar arah anggaran diperketat untuk hal-hal yang membuat produksi masyarakat meningkat. Misalnya dengan menggerakkan sektor swasta yang terbukti tahan dalam badai krisis apapun.
Tapi, kata seorang pengusaha di Samarinda, pemerintah seperti tidak punya gairah. Bahkan sedikit sekali pertemuan dengan para pengusaha untuk membahas masalah perekenomian daerah mereka. #

======================================================================



Hmm, Belanja Terkoreksi 35 %


Situasi krisis global sudah terjadi sejak 2014 silam dan berdampak pada penerimaan negara. Semua provinsi mengalami defisit, termasuk Kaltim yang kedodoran sebesar Rp3 trilun.

Tanda-tanda APBD Kalimantan Timur itu defisit sudah muncul sejak 2015 lalu. Waktu itu RAPBD Kaltim tahun 2016 setelah melewati masa pembahasan yang panjang mestinya ditetapkan 16 November 2015, sebesar Rp10,903 triliun.

Tapi apa yang terjadi, belum sempat disahkan menjadi Perda APBD Kaltim Tahun Anggaran 2016, sudah harus dikoreksi. Bukan sekali, tapi berkali-kali. Sampai akhirnya pendapatan APBD hanya sekitar Rp7,086 triliun.

Pemerintah Pusat sudah memberi aba-aba tidak tercapainya target pendapatan pajak dan pengaruh krisis ekonomi global. Karena pendapatan pemerintah pusat berkurang, dampaknya terjadi para berkurangnya transfer ke provinsi, kabupaten dan kota.

Akibatnya, di penghujung 2015 lalu itu, seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) diminta TPAD (Tim Panitia Anggaran Daerah) Provinsi Kaltim untuk memangkas sejumlah kegiatan. Tidak tanggung-tanggung, pengurangannya mencapai 35 persen.

 “Ini kami di Bappeda bersama TPAD, mencermati kegiatan yang yang mau diambangkan pelaksanaannya, atau ditunda ke tahun depan. Hanya kegiatan yang mendesak dan penting saja bisa diakomodir,” kata Sekretaris DPRD Kaltim, H Achmadi.

Hal senada juga dikatakan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Setprov Kaltim, HM Jauhar Effendi. “Daftar kegiatan dikoreksi, lebih dari sepertiga anggaran dapat dikatakan tak tersedia uangnya karena anggaran defisit,” katanya.

Menurut keduanya, daftar kegiatan baru setelah anggaran dipotong 35 persen disiapkan sampai awal Januari 2016 dan diserahkan ke TPAD. Daftar kegiatan baru itulah yang jadi kegiatan utama dan tersedia dananya.

Dikatakan Achmadi, Sekretariat DPRD Kaltim di tahun 2015 mendapat anggaran Rp65 miliar. Dalam APBD 2016 diakomodir Rp90 miliar. Tapi sehubungan anggaran defisit, maka dipotong 35 persen. “Anggaran bersih dijamin uangnya tinggal Rp58 miliar saja,” terangnya.

Pemangkasan anggaran yang konsekuensinya sejumlah kegiatan harus dibatalkan, kata Achmadi, belum bisa diputuskannya sendiri karena harus dilaporkan dan konsultasikan ke ketua DPRD Kaltim. 

“Saya harus mengkonsultasikan ke Pak Ketua (HM Syahrun HS), kegiatan mana yang dibatalkan pelaksanaannya,” ucapnya.

Akibat pemangkasan anggaran 35 persen tersebut, maka belanja riil Pemprov Kaltim tahun 2016 berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086 triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya tinggal Rp5,986 triliun.

Pengeluaran terbesar Pemprov Kaltim selama ini adalah untuk pos bantuan keuangan ke sembilan kabupaten/kota se-Kaltim, dimana jumlahnya berkisar hampir Rp2 triliun tiap tahunnya. Kalau bantuan keuangan ini juga dipangkas 35 persen, maka riilnya nanti bantuan keuangan tahun 2016 hanya bisa RpRp1,4 triliun untuk sembilan kabupaten/kota.

APBD Kaltim Tahun 2016 sebesar Rp10,903 triliun diprediksi Pemprov Kaltim bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 5,089 triliun, dana perimbangan Rp 4,529 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 484, 600 miliar.

Sedangkan komponen belanja, terdiri dari belanja tidak langsung Rp 5,619 triliun dan belanja langsung Rp 5,283 triliun.Selain itu juga ada pembiayaan penerimaan Rp 800 miliar.

Tak bisa dipenuhinya anggaran sebagaimana telah ditetapkan di APBD Kaltim Tahun 2016, atau defisit, Kepala Dispenda Kaltim, Eddy Kuswadi enggan menjelaskan. Terutama karena pos penerimaan yang menurun.

Sebenarnya, bukan hanya untuk tahun anggaran 2016 saja APBD Kaltim mengalami koreksi.  Pada tahun sebelumnya, 2014, perhitungan sudah mengalami 'kekacauan'. Bahkan mengalami defisit mencapai Rp1,6 triliun.

Ada beberapa masalah perhitungan yang tidak akurat waktu itu. Ditambah lagi berpisahnya provinsi Kalimantan utara sebagai DOB (Daerah Otonomi Baru), membuat struktur APBD Kaltim mengalami perubahan drastis. Kemudian transfer dana perimbangan yang semula diprediksi Rp6,2 triliun ternyata berkurang sampai Rp715 miliar.
Bagi Pokja 30, seperti dikatakan direkturnya, Carolus Tuah, defisit anggaran yang terjadi di Kaltim justru membuka mata bahwa banyak anggaran tidak penting tapi dipaksa masuk anggaran ada pembiayaannya.
"Kan itu jelas ada instruksinya dari Sekda, supaya SKPD memangkas kegiatan yang tidak penting. Jadi, ya selama ini memang banyak yang tidak penting masuk APBD," ujar Carolus.

Belanja-belanja yang minta ditunda dan terkesan tidak penting itu di antaranya Belanja Langsung (BL) pada kegiatan yang tidak menyentuh pelayanan publik, atau belanja yang tidak secara langsung mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Misalnya, belanja untuk perencanaan, yang pekerjaan fisiknya belum dapat dilakukan, pembangunan gedung baru, belanja tidak produktif (orientasi lapangan, pakaian seragam acara tertentu), kegiatan seremonial atau perlombaan yang tidak penting, pengadaan kendaraan, komputer, printer, meubeler, hibah, bantuan keuangan. #in/le
=======================================================================

Goodbye APBD Rp11 Triliun


Tidak cukup hanya mengencangkan ikat pinggang dengan memangkas kegiatan-kegiatann yang tidak perlu menghadapi defisit anggaran yang telah dimulai sejak 2014 lalu. Tapi perlu terobosan.

Inilah dua tahun penuh dinamika dalam hal keuangan daerah. Alih-alih ingin mendapatkan transfer anggaran dari pemerintah pusat lebih besar karena Kaltim adalah penyumbang devisa terbesar Indonesia, yang terjadi malah sebaliknya.

Setelah APBD tahun 2015 turun lebih Rp1,8 triliun dan kemudian turun lagi pada APBD 2016 sebesar 1,6 triliun, diprediksi kondisinya masih parah sampai APBD 2017. Prediksinya, APBD Pemprov Kaltim 2017 hanya Rp6,6 triliun.

Padahal, APBD Kaltim 2014 masih mengalami masa kejayaan mencapai Rp11, 54 triliun. Ketika itu Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak malah bersemangat untuk menambah karena jumlah anggaran itu dirasa kecil dibanding kontribusi PDRB Kaltim secara nasional.

Ada dua pengaruh yang menyebabkan anjloknya lagi penerimaan pada tahun 2017. Pertama, pada 2017 Pemprov Kaltim akan terbebani dengan kewenangan untuk membiayai pendidikan menengah atas atau SMA sederajat. Ini realisasi dari pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, pendidikan tingkat SMA, sektor kehutanan, pertambangan dan kelautan juga dialihkan dari kabupaten/kota ke Provinsi Kaltim.

Perubahan tersebut akan menambah cost anggaran Pemprov Kaltim. Misal, pengalihan tenaga guru SMA sederajat, kemudian kehutanan, pertambangan dan kelautan akan menambah beban Pemprov Kaltim karena harus ada cost yang mesti dikeluarkan. Menurut catatan, ada sekitar 4 ribuan guru akan ditanggung Pemprov Kaltim. Bukan hanya gaji, tapi juga biaya operasional sekolah.

Hal kedua, ada beberapa kewenangan yang penyelenggaraan dan urusan beralih ke provinsi tapi pendapatannya ke kabupaten/kota, misalnya pajak air bawah tanah. Perizinan pajak air bawah tanah berada di pundak Pemprov Kaltim meskipun hasilnya di kabupaten/kota. Namun, pajaknya dibayar ke kas kabupaten/kota.

Tahun 2016, Pemprov Kaltim berjuang memangkas belanja sampai 35 persen. Bagaimana dengan tahun 2017?
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sebenarnya tahu persis solusinya, yaitu menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Tapi mampukah? Sebab faktanya, pertumbuhan ekonomi Kaltim pun tidak mampu didongkrak Gubernur sehingga daerah ini terpuruk dengan pertumbuhan ekonomi hanya bergerak 0,1 persen. #lo
==================================================================



Malah ke Luar Negeri


Defisit angaran yang sedang terjadi di tubuh pemerintahan semua level, tak membuat para pejabat dan legislatornya tobat menggunakan anggaran untuk kegiatan yang tidak perlu. Di Kaltim, mereka cuek berangkat ke luar negeri.

Kota Sochi, negara bagian di Rusia, jadi tempat tujuan rombongan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak bulan Mei 2016 lalu. Ada sejumlah pejabat, anggota DPRD dan Bupati Kutai Timur menyertainya.
Bagi Gubernur, ini adalah keberangkatan ketiga kali ke Rusia setelah terjalin kerjasama dengan perusahaan Russian Railways yang rencananya investasi membangun rel kereta api di Kaltim.
Gubernur berkilah, kunjungan itu bukan atas inisiatif dirinya. Tapi karena undangan Presiden Joko Widodo yang kebetulan memang melakukan tugas kerja ke sana. Bahkan agenda kunjungan termasuk jadwal diatur oleh Sekretariat Negara (Setneg).
“Ini tidak ada plesiran seperti yang selama ini dituduhkan,”  tegas Awang Faroek Ishak kepada Wartawan.
Kunjungan selama seminggu, sejak 18 Mei hingga 23 Mei itu mendapat sorotan publik. Apalagi itu bukan yang pertama kali ke Rusia. Apa pentingnya juga, sementara anggaran pembangunan yang semestinya dinikmati rakyat sedang mengalami defisit.
Sebelumnya, bulan April, anggota DPRD Kaltim dari Komisi III dan IV bersama pimpinan Dewan juga bepergian ke Cina selama sepekan, yakni 16 hingga 22 April 2016. Kabarnya, beberapa di antaranya ada membawa keluarga.
Walau belakangan ada yang membantah keberangkatan itu menggunakan APBD alias memakai uang pribadi, tapi warga menyorotinya bahwa keberangkatan ke luar negeri menandakan ketidakpekaan anggota DPRD Kaltim dimasa defisit anggaran.
Menurut Direktur Pokja 30 Kalimantan Timur, Carolus Tuah, justru aneh para anggota Dewan mengatakan tidak menggunakan APBD.
"Ke Cina itu agenda resmi atau tidak? Kalau itu perjalanan dinas, itu uang pribadi mereka, pasti diganti, direamburse. Di sisi lain, kalau mereka cuma jalan-jalan saja, ya ngaco saja jadi anggota dewan begitu kan?" lanjut Tuah.


"Anggota DPRD teriak-teriak defisit anggaran, anggaran mereka dipangkas ini dan itu, tapi mereka justru ke Cina. Itu menunjukkan mereka sedang jalan-jalan, bukan aktivitas kedewanan. Lantas apa tugasnya mereka sebagai wakil rakyat?" kata Tuah.
Begitulah kondisinya. Meski anggaran sudah jelas-jelas mengalami defisit, tapi ulah para pejabatnya masih saja tidak melihat realita. #lo
==============
=========================================////////////////////

Kontraktor Samarinda 'Menangis"


Sampai bulan Juni 2016, masih puluhan kontraktor yang belum terbayar pekerjaannya. Padahal, mereka bekerja di tahun 2015.

Berita itu mencengangkan. Pemerintah Kota Samarinda mengalami defisit Rp855 miliar. Kontraktor mulai blingsatan. Maklum, mereka banyak bekerja tahun 2015 lalu. Mulai proyek-proyek beranggaran kecil menjelang Pilkada Samarinda, sampai proyek besar.
Bulan Desember 2015 itu menjadi bulan buruk bagi mereka. Rapat audiensi antara Pemeritah Kota (Pemkot) Samarinda dan puluhan kontraktor di ruang rapat Balai Kota berlangsung penuh emosi.
“Kami ke sini hanya minta supaya Pemkot Samarinda memberi kejelasan, kapan hak kami terbayarkan. Kalau pemkot tidak punya anggaran, kenapa kami diminta ikut tender proyek tahun ini,” ucap Idham. Dia tidak percaya pemerintah tidak punya dana membayar, karena menurutnya semua proyek fisik, pasti sudah tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA).
Penyebab terjadinya defisit di Pemkot Samarinda, tak terlepas dari dinaikkannya target pendapatan asli daerah (PAD). Jika di APBD 2015 angkanya senilai Rp 435 miliar, maka di APBD Perubahan 2015 mencapai Rp 486 miliar.
Kedua, belanja daerah baik secara langsung dan tidak langsung juga mengalami peningkatan. Belanja tidak langsung misalnya, jika di APBD 2015 sejumlah Rp 1,3 triliun, maka di APBD Perubahan menjadi Rp 1,4 triliun. Belanja pegawai senilai Rp 1,1 triliun menjadi pendongkrak meningkatnya belanja tidak langsung pemkot.
Sementara itu, belanja langsung, angkanya mencapai Rp 2,1 triliun. Dari total pengeluaran itu, pembayaran proyek kontrak tahun jamak (multiyears contract/MYC) menjadi yang terbesar dengan jumlah Rp 510 miliar.
Tak ada jalan lain. Mengatasi masalah tersebut solusinya adalah rasionalisasi belanja, termasuk memangkas perjalanan dinas. Kegiatan yang tidak terlalu penting dan belum mendesak lebih baik diusulkan tahun depan. Seperti pembangunan jembatan dan renovasi.
“Nah, anggarannya kita ambil untuk menutupi defisit,” kata Sugeng Chairuddin, Kepala Bappeda Samarinda.
Begitu juga perjalanan dinas. Sugeng mengatakan, undangan yang tidak begitu mendesak tak perlu dihadiri. Koordinasinya cukup melalui surat elektronik dan teleconference.  
Ya, begitulah. Sampai bulan Juni 2016, persoalan utang dengan pihak ketiga itu masih belum kelar juga. #lo
=====================================================================


Kukar Cari Utangan


 Tadinya, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara optimistis APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) menyentuh Rp6, 9 triliun. Tapi, "badai" krisis global datang dan APBD tinggal Rp4,3 triliun.

Begitu dilantik menjadi Bupati Kukar kedua kali bulan Pebruari 2016, Rita Widyasari mulai kelimpungan untuk mengatasi badai defisit. Bersama pasangannya Edi Damansyah yang mengusai masalah birokrasi, langkah pertama adalah memotong alokasi anggaran kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Di Diinas Pendidikan misalnya, jika tahun sebelumnya ada program kerja satu guru satu rumah, tahun 2016 tidak bisa direalisasikan lagi. Begitu juga dinas-dinas lainnya. Instruksi dari bupati; prioritaskan urusan wajib saja.
Rita mulai pening. Saat ada Musrenbang Kaltim, bupati perempuan antusias bertanya kepada Reydonnyzar Moenek, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bagaimana prosedurnya meminjam uang dari bank luar negeri.
Rupanya Rita terpancing dengan  paparan pertama Reydonnyzar ketika terjadi defisit memungkinkan untuk pinjam uang.
MenurutReydonnyzar pada saat Rapat Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2017 di Convention Hall Samarinda, beberapa waktu lalu itu (4/4/2016), saat terjadi defisit sebaiknya jangan pinjam uang. Pejabat daerah jangan berekspektasi terlalu tinggi. Karena kalau pinjam itu harus ada jaminan pengembaliannya.
Seperti yang disampaikan Reydonnyzar, daripada meminjam uang, pejabat daerah lebih baik melakukan restrukturisasi APBD dengan efisiensi. Seperti hanya menggelar kegiatan bersifat penting (belanja wajib mengikat), dan pemanfaatan aset.
Reydonnyzar mengatakan, pinjaman jangka pendek tidak diperkenankan dengan kondisi defisit. Sedangkan jangka menengah dan panjang bisa dilakukan, terutama yang menghasilkan cost recovery (pengembalian biaya operasi).
“Rumah sakit (BLUD) ini bisa, termasuk TPA sampah yang penting bisa menghasilkan cost recovery,” ungkap Reydonnyzar.
Pemkab Kutai Kartanegara termasuk yang pusing tujuh keliling. Karena puluhan bahkan ratusa proyeknya yang telah disusun bakal tidak bisa dilanjutkan. Juga 15 proyek kakap yang mandeg karena tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Utang terhadap kontraktor mencapai Rp534 miliar.
 “Kalau bisa pinjam uang kenapa tidak. Saya menanggapi positif saja apa yang disampaikan, apalagi beliau mengatakan saat defisit bisa berutang saya senang dengan pernyataan itu,” ujar Rita kepada Wartawan.
Bupati Kukar mengakui menjajaki soal utangan itu ke Islam Development Bank (IDB) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Kepala Bappeda Kukar Totok Heru Subroto menanggapi, soal pinjaman ke IDB pihaknya melakukan verifikasi proyek mana yang memungkinkan didanai oleh pinjaman.
Anehnya, meski dilanda defisit Bupati Kukar Rita Widyasari masih memasang iklan ucapan selamat berbuka puasa di televisi nasional. Bahkan ia tampil sedirian tanpa didampingi wakilnya selama bulan Ramadhan, sehingga mengesankan ia sengaja mementingkan pencitraan dengan menggunakan uang Pemkab Kukar. Hampir bisa dipastikan miliaran rupiah digelontorkan untuk membayar iklan ucapan tersebut.  #le
=======================================================================



Balikpapan pun Pening


Tahun 2016, Pemkot Balikpapan mengalami defisit anggaran sebesar Rp 606.565.303.950. Itupun masih angka sementara, karena bisa saja prediksi pendapatan yang telah disahkan - terutama bersumber dari transfer pemerintah pusat tidak tercapai.

Memang bikin pening dan perlu kerja keras. Pemerintah kota bersama DPRD Balikpapan berupaya mencari sumber-sumber penerimaan untuk menutup defisit yang sedang terjadi. Skenarionya, Jika skema tambahan anggaran tersebut tidak terpenuhi, maka Pemkot melakukan rasionalisasi kembali BL (Belanja Langsung) tahun anggaran 2016 sebesar 15 %. Sehingga secara keseluruhan total rasionalisasi adalah 30 % .

Ini dia rupa-rupa yang dirasionalisasi. Yaitu;  1)Tetap menjaga capaian out put  dan outcame kinerja RPJMD. 2) Selektif pada belanja modal kendaraan bermotor dan peralatan/perlengkapan kantor. 3) Mengurangi/ meniadakan kegiatan bersigat seremonial. 4) Mengurangi/meniadakan konsumsi rapat. 5) Menghemat pemakaian ATK. 6) Menunda kegiatan yang dapat dialihkan pada tahun berikutnya.

 “Kami semua kebingungan, mana program yang harus dipangkas, karena hampir semua berkaitan dengan kebutuhan warga Balikpapan. Pemangkasan anggaran 30 % tersebut, nilainya kurang lebih 500 Milyar,”ungkap Syukri Wahid, Ketua komisi I DPRD Balikpapan.

Semula, usulan program daerah sebesar Rp 3,1 triliun. Tapi usulan itu jauh melampaui kemampuan kas daerah yang pendapatannya diperkirakan hanya sekitar Rp 2,5 triliun, sehingga terjadi defisit Rp570 miliar.

Sebenarnya, dalam perhitungan Walikota Rizal Effendi, angka defisit itu bakal mampu ditutupi karena masih ada Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) 2015 sebesar RP565 miliar lebih.
Tapi apa mungkin bisa dibilang dalam posisi aman?

Tentu saja tidak. Langkah pemotongan anggaran di SKPD mencapai 30 persen adalah salah satu langkah agar keuangan daerah tidak mengalami guncangan bahkan kekacauan. Apalagi, soal defisit anggaran tahun 2016 ini sebenarnya tergolong kecil, dibanding defisit yang pernah dialami daerah itu tahun anggaran 2015, yakni hampir Rp800 miliar.

Diantara program yang dipangkas, diantaranya program bedah rumah gakin (keluarga miskin). Pekerjaan dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP)  itu hanya bisa melakukan bedah rumah sebanyak 20 unit dari sebelumnya 40 rumah. #lo



Aspirasi Faroek



Persoalan kita, salah satunya, bagaimana mengelola aspirasi. Para pejabat tinggi seperti Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, seringkali mudah mengucapkan kata ‘aspirasi’, tetapi sulit mengelolanya hingga menjadi sebuah kebijakan.
Sederhananya, aspirasi itu adalah keinginan rakyat. Apakah itu menyangkut keamanan, lingkungan, pendidikan dan apa saja yang diatur negara sebagai hak warga negara. Sebutlah kondisi jalan yang mulus, jembatan penghubung agar akses ekonomi dan sosial warga lebih mudah.
Dari tingkatannya, bisa dibilang begini; aspirasi si A disampaikan kepada pimpinan di kampungnya, terus sampai ke Lurah, Camat, terus Bupati / Wali Kota. Bisa juga melalui perwakilannya di DPRD, terus dibawa ke rapat dewan sampai paripurna untuk memutuskan kebijakan merealisasi aspirasi itu.
Itu adalah langkah-langkah ideal. Aspirasi perorangan dari warga kemudian dikaji apakah menjadi aspirasi warga secara umum. Semakin detil meneliti, maka semakin diketahui bahwa ‘keinginan’ rakyat memang seperti yang disampaikan oknum warga tadi.
Sampai di sini, tidak ada yang bisa membantah bahwa ada sistim ‘mengalirnya’ aspirasi dalam sistim pemerintahan di negeri ini. Yaitu ada Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-undang ini lebih akrab disebut UU Otonomi Daerah.
Sangat jelas, akumulasi dari aspirasi rakyat itu muaranya ada di Bupati / wali kota atau di DPRD masing-masing. Dari sana dipilah-pilah mana ditujukan kepada Pemerintahan Provinsi dan mana aspirasi untuk kepentingan pemerintah pusat. Dua pemerintahan di atas kabupaten / kota adalah fasilitator agar terwujudnya aspirasi masyarakat. Mereka menghitung anggaran apakah proyek jalan yang diminta warga bisa dipenuhi.
Dengan komposisi manajemen pemerintahan seperti itu, semestinya seorang Gubernur di suatu daerah hanya menjalankan tugas-tugas fasilitator dari aspirasi masyarakat. Apalagi posisinya juga sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
Manakala Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dengan sangat ngotot menuangkan ide membangun jalan tol Balikpapan – Samarinda, saya sejak tahun 2009 lalu sudah menggulirkan pertanyaan; “Jalan tol itu aspirasi dari mana. Siapa punya ide?”
Sebagai seorang wartawan, saya mencatat  tidak pernah ada muncul penyampaian aspirasi tentang  jalan tol dari masyarakat kepada Wali Kota Balikpapan, Bupati Kutai Kartanegara maupun Wali Kota Samarinda. Ketiga pejabat itu adalah pemimpin di ketiga daerah yang bakal dilewati jalan tol.
Wacana jalan tol pernah ada di era Gubernur Suwarna AF. Itupun tidak melewati mekanisme penjaringan aspirasi dari rakyat. Hanya tiba-tiba saja muncul di APBD Kaltim untuk memulai memetakan jalurnya.
Ini model aspirasi jaman dulu. Era sebelum reformasi. Di mana penguasa selalu memaksakan kehendaknya. Memaksakan aspirasi pribadinya. Model yang begitu, ternyata masih berulang diera reformasi. #




Ssst.. Kutai Raya Serius

Dulu, zaman Syaukani HR menjadi Bupati Kutai yang kemudian berubah menjadi Kutai Kartanegara, predikat buruk selalu menyertai penyebutan daerah ini. Ada beberapa kalimat favorit yang melekat kalau menyebut Kukar. Misalnya, daerah kaya tapi masyarakat miskinnya terbesar. Lalu, daerah para koruptor.
Memang tidak ada yang bisa membantah. Karena semua adalah fakta. Pemberi data tentang jumlah kemiskinan adalah lembaga berkompeten seperti BPS (Badan Pusat Statistik). Sementara, untuk iko n ‘daerah para koruptor’, lantaran di era reformasi ini banyak pejabat dari daerah itu yang ditangkap karena kasus korupsi. Seperti Bupati Syaukani HR dan juga wakilnya Syamsuri Aspar.
Apa penyebab munculnya predikat minor dari Kutai Kartanegara? Barangkali baru bisa dicari jawabnya ketika pemerintahan telah berpindah. Bupati Syaukani yang tidak dapat melanjutkan kepemimpinannya karena masuk penjara dan sakit permanen, ternyata mewariskan kharismanya kepada salah seorang putrinya, Rita Widyasari.
Saat Pilkada Kukar tahun 2010, Rita Widyasari, putri kedua Syaukani memutuskan maju dan ternyata menang. Setelah tiga tahun menjadi Bupati, Rita semakin memahami mengapa citra buruk itu menimpa Kukar.
Salah satu masalah, ternyata adalah karena Pemprov dan Pemerintah Pusat minim perhatian terhadap Kukar. Merasa bahwa Kukar memiliki APBD terbesar di antara kabupaten / kota se-Kaltim, Pemprov dan pusat seolah tak lagi begitu peduli pembangunan sarana publik yang sangat penting. Contohnya adalah pembangunan sarana jalan provinsi maupun jalan negara. Keberadaan jalan-jalan poros ini teramat penting untuk menyambung jalan-jalan kampung.
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak diangap Bupati Rita tidak mau memperhatikan aspirasi rakyat Kukar. Ia berjalan dengan programnya sendiri. Padahal, sumber keuangan untuk membiayai APBD provinsi Kaltim sebagian berasal dari hasil pengolahan sumber daya alam di Kutai Kartanegara. Tiap tahun tidak kurang dari Rp130 triliun disumbangkan dari daerah bersejarah Kerajaan Mulawarman itu.
Puncak kekecewaan Bupati Rita tak terbendung lagi. Ia dengan keras menyuarakannya saat Musrenbang tingkat provinsi berlangsung. “Kalau begini kami tidak diperhatikan, lebih baik kami membentuk provinsi baru, Kutai Raya,” seru Rita.
Semua peserta tercengang. Baru kali ini ada pejabat – perempuan dan muda lagi – berani garang dengan kebijakan Pemprov Kaltim yang dipimpin Awang Faroek Ishak. Terlalu lama tidak ada bupati dan wali kota yang siap bersikap berlawanan dengan sang Gubernur, walau banyak kebijakannya tidak mengakar untuk kepentingan masyarakat daerahnya.
Memang, waktu itu, kesannya Rita hanya menumpahkan kekecewaan semata. Tapi sebenarnya, rencana untuk membentuk provinsi baru itu bukan baru mengemuka. Sejak ayahandanya, Syaukani menjadi bupati, sudah muncul wacana tersebut. Rita yang pada awal kepemimpinan bupati berjanji melanjutkan cita-cita Syaukani, benar-benar serius menjalankannya.  Bravo!
==

Rita Dapat Dukungan

Wacana membentuk Provinsi Kutai Raya dilontarkan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Diam-diam, perencanaan sudah berjalan.

Rita Widyasari, tadinya tenang. Saat Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) Kaltim berlangsung di Lamin Etam, hari Rabu 3 April 2013 silam, perempuan satu-satunya bupati se provinsi Kalimantan Timur itu duduk mendengarkan pemaparan dari Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Tentu tentang rencana membangun provinsi tahun 2013 ini.
Saat tiba giliran dibuka dialog, Rita tak menyia-nyiakan. Dengan suara yang keras, ia mengaku kecewa dengan Pemerintah Provinsi Kaltim. Pasalnya, rencana membangun jembatan Loa Kulu yang telah diagendakan, tidak masuk dalam rencana anggaran.
Karena merasa Pemprov Kaltim tidak  mampu memperjuangkan, Rita dengan spontan mengatakan akan membentuk Provinsi Kutai Raya. Karena kontribusi daerah itu cukup besara ke devisa negara. Sekitar Rp130 triliun, sehingga dianggap mampu dari sisi keuangan membiayai provinsi sekalipun.
Wacana Kutai Raya, sebenarnya pernah juga dicetuskan ayah Rita, yakni Syaukani HR ketika menjabat Bupati daerah itu. Hanya saja, Syaukani memilih merintisnya dengan tidak terbuka. Ia telah mengumpulkan dukungan dari anggota DPRD, termasuk juga kesultanan. Sayangnya, rencana dengan gerakan diam-diam itu kandas setelah Syaukani masuk penjara.
Munculnya lagi rencana membentuk Kutai Raya, diyakini beberapa pihak bukan sekedar kekecewaan Rita Widyasari. Ia telah mewarisi cita-cita ayahandanya, seperti janjinya sebelum menjadi bupati, akan meneruskan perjuangan Syaukani. Sedangkan masalah perlakuan Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat yang dianggap tidak berkeadilan terhadap Kukar, hanya jadi pemicu saja.
Tidak hanya pada acara Musrenbang di Lamin Etam Samarinda, Rita juga menyampaikan sikap emosionalnya saat dilakukan peletakan batu pertama (Groundbreaking) Pembangunan Jembatan Kartanegara di lokasi jembatan yang runtuh dua tahun silam.
Rita menuding Pemprov tidak care. Jalan-jalan berstatus jalan provinsi tidak tersentuh dan sebagian besar kondisinya rusak parah. Padahal jalan protokol seperti itu sangat penting keberadaannya untuk mendorong perbaikan jalan-jalan antar kampung. Begitu juga jalan arteri primer berstatus jalan negara.
“Saya merasa sulit sekali membangun Kukar,” ujar Rita. “Kukar tak meminta banyak hanya sedikit keadilan,” lanjutnya. Ia memperlihatkan fakta, ruas Balikpapan-Simpang Loa Janan memang mulus. Tetapi dari Loa Janan ke batas Tenggarong rusak berat. Makin parah ketika masuk batas Tenggarong hingga Simpang Tiga Senoni sampai ke Kota Bangun.
“Samarinda ke Loa Janan mulus, tapi dari Loa Janan-Tenggarong hancur. Padahal pemeliharaan keduanya sama-sama bersumber dari APBN,” ujarnya, ketus.
Soal jalan-jalan yang rusak, warga seluruh Kaltim sudah merasa jengkel dengan Gubernur Awang Faroek Ishak. Sebab keluhan ini juga dialami oleh warga kabupaten dan kota lain se-Kaltim. Hanya saja, para bupati dan wali kotanya tidak ada yang berani garang seperti yang dilakukan Rita. Selama ini banyak yang kesal karena Gubernur Awang Faroek memilih melaksanakan agendanya sendiri, seperti membangun jalan tol sementara banyak jalan provinsi dibiarkan rusak parah.
Dukungan terhadap pembentukan Provinsi Kutai Raya, spontan diberikan anggota DPRD Kutai Kartanegara. Misalnya Guntur, Plt Wakil Ketua DPRD Kukar, menganggap wacana itu wajar dan patut direalisasikan karena dengan konstribusi sekitar Rp130 triliun per tahun ke kas negara, Kukar bisa menjadi DOB (Daerah Otonomi Baru).
Di Tenggarong, gema pembentukan provinsi Kutai Raya juga bergulir positif. Masyarakat setempat semakin memahami kenapa banyak jalan di daerah mereka mengalami rusak-rusak, namun tidak ada upaya perbaikan dari Pemprov Kaltim maupun pusat.
“Lebih baik gabung provinsi sendiri kalau memang memungkinkan,” tutur Syaref, seorang pedagang minuman ringan di sana.
Spekulasi tentang provinsi baru Kutai Raya yang menyebar di masyarakat menyebut Kukar akan bergabung dengan Kutai Barat, Kutai Timur, Berau dan Kabupaten Mahakam Ulu. Dengan lima kabupaten tersebut, sudah cukup syarat untuk mendirikan provinsi.
Namun beberapa kalangan yang dekat dengan Rita Widyasari menceritakan, wacana pembentukan provinsi Kutai Raya memang santer dibicarakan di kalangan terbatas. Ini berawal dari keinginan Rita menjawab perkembangan aspirasi pembentukan Kutai Pesisir yang tinggal menunggu restu dari Rita selaku bupati.
Rita konon tidak begitu happy dengan rencana membentuk Kutai Pesisir karena dirasakan kurang berkeadilan dengan kecamatan-kecamatan di kabupaten induk. Seperti diketahui Kabupaten Kutai Pesisir berkeinginan mencaplok Kecamatan Muara Jawa, Samboja, Sanga-sanga, Muara Badak dan Loa Janan sebagai daerahnya, padahal kecamatan itu adalah ladang migas yang menjadi sumber pendapatan APBD Kutai Kartanegara.
Tim Pemkab Kukar lebih memilih opsi lain, yakni melakukan pemekaran kecamatan lebih banyak untuk menjadi kabupaten, sekaligus mempersiapkan terbentuknya Provinsi Kutai Raya. Daerah yang rencana dimekarkan di antaranya, Kecamatan Samboja akan dimekarkan menjadi lima kecamatan dan kemudian membentuk Kabupaten Samboja.
Rencana kedua membentuk Kabupaten Muara Jawa yang berintegrasi dengan Sanga-sanga dan Loa Janan, ditambah memekarkan lagi beberapa kecamatan. Pemekaran ketiga adalah membentuk Kabupaten Muara Badak yang bergabung dengan Tenggarong Seberang ditambah memekarkan kecamatan lagi.
Di sebelah hulu, rencana memekarkan Kutai Tengah juga sudah bergulir sejak era Bupati Syaukani. Kabupaten Kutai Tengah terdiri dari Kecamatan Kota Bangun, Muara Wis, Muara Muntai, Kenohan, Kembang Janggut dan Tabang. Deklarasi Kutai Tengah pernah dilaksanakan di Kota Bangun dan mendapat dukungan Sultan Solehuddin II dan kerabat kesultanan. #les


==





///foto: rita widyasari///
Saya Punya Kajian Kutai Raya

“Hidup ini adalah tantangan. Hadapilah,” demikian tulis perempuan Kelahiran 7 November 1973 di ruang kutipan favorit akun facebooknya, Rita Kaning.
Dan, terbukti, meski begitu kuat terjangan ‘badai’ yang pernah menimpa diri dan juga keluarganya, ia malah semakin kokoh. Ia mampu menghadapi tantangan itu.
Rita Widyasari dalam akun facebook sengaja memakai nama Rita Kaning. Selain untuk mendekatkan publik di media sosial dengan ayahandanya, Syaukani Hasan Rais yang akrab dipanggil Kaning, juga lantaran beberapa akun facebook Rita yang memakai lengkap namanya, konon, dihack oleh orang tidak bertanggungjawab.
“Maaf ya, kalau ada akun dengan nama saya lagi, itu bukan saya. Ini akun asli saya,” tulis Rita kemudian di media sosial itu.
Nama Syaukani Hasan Rais, di dunia politik Kalimantan Timur, masih begitu dikenang. Beliau adalah ayahanda Rita Widyasari yang terkenal berani. Waktu era Presiden Soeharto, Kaning malah sudah lebih dulu mewacanakan sistim negara federal yang cocok untuk Kutai Kartanegara. Pernyataan itu menjadikannya diperhitungkan di forum-forum nasional, sampai akhirnya dipilih menjadi Ketua APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia).
Syaukani juga yang berani melawan kebijakan Gubernur Kaltim Suwarna AF sehingga membuat keduanya saling bermusuhan. Sayangnya, Syaukani yang pernah jadi Ketua Partai Golkar Kaltim itu harus mengakhiri karirnya di penjara. Dan, saat menjalani hukuman, ia terserang sakit yang membuatnya mendapat pembebasan karena dokter memvonisnya sakit permanen.
Belakangan ini, Rita Widyasari menjadi pusat perhatian. Ia jadi satu-satunya bupati di Kaltim – setelah era ayahandanya Syaukani – yang berani menentang kebijakan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak. Apakah ia akan mengulang reputasi ayahandanya?
Rita merasa kecewa dengan Pemprov Kaltim yang tidak memperjuangkan anggaran proyek jembatan Loa Kulu. Padahal, sebelumnya telah dijanjikan gubernur untuk dimasukkan dalam proyek MP3EI (Masterplan percepatan, perluasan pembangunan ekonomi Indinesia). Dengan spontan Rita mengatakan lebih baik berpisah dengan Kaltim dan membentuk provinsi baru bernama Kutai Raya.
Semua terkaget-kaget. Perempuan lembut dengan tiga anak ini tiba-tiba saja bisa begitu garang. Apalagi Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak masih ada hubungan keluarga dengannya. Ibu kandung Rita masih bersepupu dengan Awang Faroek.
Masa remaja Rita dihabiskan untuk dunia seni. Ia sering tampil dalam even-even peragaan busana. Namun siapa mengira justru dia yang mewarisi bakat politik dari ayahandanya. Kakak perempuannya, Silvy Agustina, lebih memilih mengabdi kepada suami, mengurus rumah tangga. Sedangkan seorang adik lelakinya, Windra Sudarta yang akrab dipanggil I’ing baru meninggal dunia karena sakit kronis yang dideritanya.
Apa sebenarnya cerita di balik terlontarnya ide mendirikan Provinsi Kutai Raya itu, berikut petikannya.

Ide  berpisah dengan Kalimantan Timur itu, apa hanya karena emosional kekecewaan?
Sebenarnya tidak. Itu akumulasi. Saya menyampaikan untuk membentuk provinsi kutai raya, (karena) saya punya kajian. Bagaimana caranya, harus jadi provinsi. Ini kan karena pemerataan tidak dirasakan Kutai Kartanegara. Kalau pembangunan merata, ya ngapain sih pemekaran.
Anda merasakan Pemprov Kaltim sengaja tidak memperhatikan Kukar?
Jalan-jalan provinsi banyak yang rusak berat. Jembatan Loa Kulu yang sudah dijanjikan didanai APBN ternyata tidak masuk dalam program MP3EI. Masalah pembangunan bandara, kami sudah berusaha mengalah, bahwa membangunnya dengan dana investor supaya kukar punya bandara, tapi kan tidak diperjuangkan juga.
Sebagai Bupati, Anda bilang malu dengan masyarakat karena jalan-jalan rusak?
Memang. Dulu, dalam  rapat kerja saya bilang, 2015 tak ada jalan jelek lagi di Kukar. Minimal jalan protokol hingga ke kecamatan. Ini kan janji saya. Semoga Pak Gubernur mengerti bahwa saya hanya minta diberi perhatian lebih karena kami penyumbang terbesar.
Kok bisa jalan-jalan provinsi tidak diperhatikan?
Di Kukar, banyak jalan provinsi yang belum tersentuh perbaikan. Belum lagi jalan arteri primer yang merupakan kewenangan nasional. Ruas Balikpapan-Simpang Loa Janan memang mulus. Tetapi dari Loa Janan ke batas Tenggarong rusak berat. Makin parah ketika masuk batas Tenggarong hingga Simpang Tiga Senoni sampai ke Kota Bangun. Samarinda ke Loa Janan mulus, tapi dari Loa Janan-Tenggarong hancur. Padahal pemeliharaan keduanya sama-sama bersumber dari APBN.
Begitu juga jalan kolektor II di Kukar yang merupakan kewenangan provinsi, banyak yang rusak berat. Hanya jalur Balikpapan-Samboja dan Samarinda-Anggana yang kondisinya baik. Sedangkan dari Samarinda-Sangasanga jauh dari kata mulus. Begitu pula Simpang Patung Lembuswana (Tenggarong Seberang)-Muara Kaman yang nyaris tak pernah bagus.
Jalur Sebulu-Muara Kaman sudah lama rusak. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) saya, mobilnya ambles di kubangan lumpur saat pulang dari MTQ. Terus di jalur Samarinda-Sangasanga yang selalu saya lewati ketika peringatan Peristiwa Merah Putih. Rusaknya jalan malah membuat peralatan untuk pameran peringatan peristiwa bersejarah malah banyak rusak ketika dibawa.
Jalan provinsi rusak, Anda yang disalahkan warga?

Iya. Banyak warga hingga tokoh masyarakat yang tak mengerti tentang jaringan jalan.  Misalnya jalan lokal yang menjadi tanggungan APBD Kukar, yaitu hanya berupa jalan lingkungan dan jalan desa.  Sedangkan jalan provinsi dan jalan negara rusak, juga yang tertimpa kecaman warga adalah bupatinya.
Anda konsentrasi ke pembangunan  jalan ya?
Kepada semua pihak, mulai Ketua DPRD Kaltim, Gubernur, dan kepala SKPD provinsi, saya ingin menyampaikan sesuatu. Jika saya sendirian membangun dan memelihara jalan, tak akan bisa. Kami (saat ini) tidak membangun gedung mewah sebelum jalan mulus terbentang. Itu bisa terlihat dari APBD Kukar yang lebih banyak dialokasikan ke Bina Marga yang mengurusi jalan ketimbang Cipta Karya. Dinas Pendidikan pun, tidak boleh membangun sekolah baru kalau masih ada sekolah jelek.
Bagaimana kondisi di Hulu Mahakam?
Berbicara kondisi kecamatan Kukar di hulu Sungai Mahakam jauh lebih menyedihkan. Itu sebabnya saya lebih memilih memakai speedboat ketimbang melewati jalur darat. Jika ke hulu lagi, saya lebih baik naik helikopter. Bukan sombong, kondisi jalan yang tak memungkinkan. Bisa bikin pinggang patah. Padahal tahun ini, 12 negara akan datang saat Erau. Tapi terasa malu karena kondisi jalan di Kukar seperti tahun 1945.

Statemen Anda sangat menyerang Gubernur Awang Faroek. Ada agenda lain?
Begini, jangan karena masalah ini, ada yang beranggapan saya benci Pak Gubernur. Saya hanya mengingatkan bahwa Kukar banyak mengalah. (Contohnya) kami tiap tahun Erau, tapi jalan menuju Tenggarong tak dibangun-bangun. Jembatan sudah kami bangun sendiri.
Saya ini pendeklarator Pak Mukmin (Faisjal) dan Pak Awang Faroek Ishak (gubernur). Setitikpun saya enggak ada niat menjelekkan calon saya. Saya hanya minta Kukar diperhatikan. Minta Kukar jadi daerah tujuan. Karena selama ini saya (Kukar) merasa dinomorduakan.
Jangan beranggapan saya mau jadi gubernur. (Atau hanya sekadar) mau tenar atau ikut-ikut Pak Syaukani dan Pak Suwarna. Saya ini politisi yang enggak mau punya musuh. Asal Kukar diperhatikan, saya akan jadi anak manis.
Kasihan rakyat saya yang naik kapal tiap hari. Jadi, saya mau cepat ada jembatan, tidak satu tapi 2 buah. Catat,  saya tidak mau menjatuhkan nama Pak Gubernur. Saya cuma minta dibuatkan jembatan dan jalan yang dibiayai dan dilelang di pusat dan provinsi.
Kata Pemprov Kaltim, Kukar punya sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) Kukar besar. Dari Rp 6,92 triliun APBD Kukar 2012, Silpa mencapai 52 persen, sekitar Rp 3,5 triliun. Dianggap tidak mampu habiskan anggaran. Jadi gak perlu dibantu lagi?
Silpa tak bisa menjadi penghambat upaya Pemprov membangun di Kukar. Masalah Silpa, memang kalau bangun jembatan Loa Kulu masuk APBD Kukar? Bangun jalan Loa Janan- Loa Kulu dan Trans Kaltim masuk APBD Kukar? Jelas tidak. Jembatan Loa Kulu jelas dilelang pusat, juga jalan-jalan tadi.
 (Untuk) jalan Trans Kaltim, ya, dilelang di Pemprov Kaltim. Jadi tak ada hubungannya antara Silpa dan APBD Kukar. Jangan keluar subtansilah.
Silpa kami Rp 3,447 triliun. Terdiri dari over pendapatan Rp 1,6 triliun dan sisa belanja Rp 1,746 triliun. Jadi bukan Silpa Rp 3,5 triliun. Masalah angka jangan salah,karena ini pasti. #