Rabu, 21 Maret 2012

Mendewakan Investor

 Saya tidak habis mengerti; apa yang sedang dipikirkan para petinggi di Kalimantan Timur? Gubernur, anggota DPRD , dan semua pejabat pemerintah kabupaten / kota, seperti  sudah terkonstruksi daya nalarnya, dengan mendewakan para investor. Tak sekedar diundang, tapi juga dirayu, diberikan kemudahan sampai disubsidi pemerintah untuk urusan lahan.
Sekilas, terasa begitu hebat. Investor dari negeri-negeri kaya di Uni Emirat Arab seperti Ras Al Khaimah, China, India  dan Rusia, berdatangan menambah urutan para pemodal asing yang lebih dulu masuk ke Kaltim. Sebutlah Korea Selatan, Jepang, Inggris, Malaysia, Perancis dan Amerika.

Kehadiran investor sebanyak-banyaknya, seolah menjadi jalan keluar Kalimantan Timur dari keterpurukan. Bakal menghidupkan ekonomi masyarakat dan demikian mengurangi angka kemiskinan.

Secara teori, itu sudah benar. Sayangnya, yang luput dipertimbangkan bahwa para investor yang masuk ke Kaltim umumnya adalah pelaku usaha yang menginginkan isi perut bumi. Tambang minyak dan gas, batubara, emas, bauksit dan sebagainya. Sebelumnya investasi di Kaltim karena ingin kayu dari hutan yang masih perawan.

Investasi disektor pertambangan seringkali menjadi sumber kecemburuan. Karena tidak sesuai antara keuntungan pengusaha dengan serapan jumlah tenaga kerja. Misalnya begini; untuk dapat membukukan PDRB (produk domestik regional bruto) Kaltim tahun 2011 lalu Rp390 triliun, ternyata angka penganggurannya mencapai 10 persen (data BPS) dari jumlah penduduk 3,5 juta jiwa.

Bandingkan dengan Riau yang juga mendapat julukan sama dengan Kaltim sebagai daerah kaya SDA (Sumber Daya Alam). Di Riau berpenduduk 5,53 juta jiwa, PDRB 2010 mencapai Rp342,69 triliun, tapi angka penganggurannya 5,32 persen.

Singkat cerita, inilah fakta-fakta di mana para pengusaha besar berpesta mengeruk SDA Kaltim, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja (pro job). Jenis investasi padat modal, ada juga tinggi teknologi, menggiurkan pasar saham, tapi menyerap tenaga kerja yang sedikit. Akibatnya bisa diketahui. Uang hasil penjualan SDA oleh investor hanya berputar di lingkaran atas. Menyesaki brankas bank-bank internasional dan hanya ‘menetes’ sedikit ke Kaltim.

Kalau akhirnya pada 2011 lalu, pertumbuhan ekonomi Kaltim berdasar data BPS hanya 3,93 persen, inilah pukulan telak bagi pemerintahan Awang Faroek Ishak yang sangat mendewakan investor. Kebijakan ekonomi seorang gubernur  yang tidak berkonsep matang. Pembangunan jalan tol, pelabuhan Maloy dan semua yang serba wah, faktanya tak mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah ini. Bahkan pertumbuhannya terendah di seluruh Kalimantan. Simak; Kalteng 6,74 %, Kalsel 6,12 % dan Kalbar 5,94%.

Saya berpikir, para pemimpin di Kaltim bukan orang bodoh. Mereka juga menganalisa situasi yang terjadi. Naluri mereka mungkin ikut berontak, tapi tangan mereka tak bisa menolak mengeluarkan izin-izin. Mereka terpaksa ikut agenda ‘menjual’ Kaltim kepada investor. Mencari-cari alasan pembenar bahwa investasi sangat membantu rakyat ekonomi daerah ini.#

Ephoria Sepakbola

Saya setuju kalau Indonesia disebut negara sepakbola. Coba tengok para penggila si kulit bundar itu. Mulai anak-anak, sampai kakek-kakek. Di lapangan bola, saat tim favorit mereka bertanding, mereka berteriak kegirangan. Dan kadang juga memaki.
Ketika saya menonton Persisam Samarinda bertanding ada penonton di sebelah saya memaki wasit dengan kata-kata kotor. Yang tidak pantas didengar. Padahal, saya perhatikan, dia datang menonton bersama anak perempuannya.

Publik juga menyaksikan bagaimana para Bonek (Bondo nekat), supporter Persebaya Surabaya rela mengorbankan tenaga, waktu dan duit untuk menonton tim  kesayangannya bertanding di luar daerah. Mereka menumpang kereta, bersesak-sesakan selama lebih 10 jam dari Surabaya menuju Jakarta. Hanya untuk memberi spirit pada pertandingan 2 X 45 menit.

Di GOR Segiri, kandang Persisam, belasan ribu penonton tanpa komando rela membuat konfigurasi bersambung dari kursi penonton. Mereka berdiri bergantian memunculkan konfigurasi gelombang. Tak terkecuali supporter dari tim yang bertandang. Indah sekali sepakbola itu.

Industri sepakbola tidak boleh lagi sekedar sebuah games. Ia berisi multi kekuatan. Ya skill pemain, skill pelatih, pengurus, manajemen professional dan yang terpenting keuangan. Juga ada manajemen supporter, karena mereka adalah sumber ‘kekuatan’ yang menaikkan nilai komersil sebuah tim juga.

Walau Indonesia negeri sepakbola, tapi sesungguhnya era professional itu baru saja dimulai. Dari sebelumnya kita tertatih-tatih dengan klub gaya amatir yang sok professional, sampai akhirnya benar-benar menjadi klub professional. Tepatnya ketika rakyat Indonesia diguncang ‘prahara’ PSSI yang dulu diketuai Nurdin Halid dan kemudian berganti ke Djohar Arifin.

Kita baru tersadar bahwa sepakbola kita bukan lagi milik pemerintah Indonesia. Justru ia tidak boleh diintervensi negara. Kiblat bola adalah FIFA, organisasi induk yang mengatur a sampai z. Ada statuta yang menjadi ‘kitab suci’ sepakbola dunia.

Lebih tepatnya, saya menyebut, ini era transisi. Dari amatir ke professional. Jadi, kalau ada ‘keributan’ saat ini di PSSI yang memecah adanya pertandingan ISL (Indonesia Super League) dan IPL (Indonesia Primer League), ya memang karena begitulah posisinya. Ephoria statuta.

Di mana-mana para pengurus sepakbola bisa menjudge tentang salah benar statuta FIFA dan juga statuta PSSI. Semua merasa paling benar, sampai akhirnya PSSI pun terpecah. Ada yang berusaha menggulingkan kepemimpinan Djohar Arifin dan ada juga yang mempertahankan.

Situasi ini mirip ketika Indonesia juga mengalami transisi dari Orde Baru ke orde reformasi tahun 1998. Kemudian era otonomi daerah tahun 2001. Itu juga ephoria. Jadi, patut kita segera menyadarinya. #

Kamis, 08 Maret 2012

Optimistis Tahun Naga

Kata-kata optimistis berdatangan dari para pakar motivasi di negeri ini. Di televisi, radio dan media sosial, tahun 2012 harus dijadikan momentum untuk mewujudkan cita-cita dengan optimistis. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sangat baik, mencapai 6,5 persen ketika negara-negara di Eropa terseok dari lilitan krisis keuangan.

Rasa optimistis juga muncul dari Solo. Anak-anak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di sana mampu memproduksi mobil nasional dengan nama Esemka. Di tengah kehausan anak negeri akan prestasi, tiba-tiba saja kita tersadar bahwa negeri ini bukan dihuni orang-orang bodoh.

Peran Wali Kota Solo Joko Widodo memang sangat besar dalam mempromosikan mobil yang 80 persen jeroan maupun bodynya itu adalah buatan Indonesia. Baru beberapa hari diliput media, pesanan mobil sudah mencapai 10.000 unit. Rakyat Indonesia sangat terangkat olehnya. Sangat optimistis bahwa kita bisa tumbuh luar biasa.

Intinya memang adalah membangun pasar sendiri. Mengurangi ketergantungan akan produk-produk asing. Negeri dengan penduduk 300 juta jiwa ini adalah pasar hebat bagi karya-karya anak bangsa sendiri.
Ragam produk asing yang masuk Indonesia, tinggal dipilah-pilah. Mana yang cocok dan masuk akal. Dalam hal budaya misalnya, saya merasa banyak kok yang cocok dan patut pula dipahami memperkaya kehidupan kita. Apalagi kita memang berada di negeri Pancasila yang mengajarkan tentang pluralisme. Beragam budaya, satu bangsa.

Misalnya tanggalan oleh suku-suku Tionghoa. Ini adalah produk asing juga. Produk budaya yang sejak beberapa tahun belakangan dirayakan dengan sangat meriah di Indonesia. Malah, di kota-kota besar seperti Jakarta, perayaan penyambutan tahun baru itu tak kalah meriah dengan perayaan tahun baru nasional. Semua pusat perbelanjaan, hotel-hotel menghias gedungnya dengan lampion khas suku Tionghoa.

Tahun 2012 ini, masuknya tahun baru Imlek, menurut artikel online Kompas, jatuh pada 23 Januari. Tapi itu bukan berarti dimulainya tahun Naga. Sebab, tahun Naga yang sebenarnya akan jatuh pada tanggal 4 Pebruari. Tepatnya pada jam 18.18, semua bayi yang lahir pada saat itu masuk di tahun Naga. Para pakar menyebut tahun 2012 ini adalah tahun Naga Air.

Sikap optimistis di tahun Naga Air, kata ahli fengsui di artikel itu, ada dalam dunia usaha. Misalnya, pada semester pertama, bisnis yang mendapat dukungan dari langit adalah yang berunsur Tanah (properti, asuransi, perbankan, pertambangan). Sedangkan pada semester kedua, adalah bisnis yang berelemen Kayu (meubel kayu, percetakan, pabrik kertas, toko buku, tanaman hias, perkebunan). Sementara, bisnis berelemen Air (transportasi, pariwisata, distribusi, telekomunikasi, air mineral, cat, dan lainnya) akan menghadapi tahun yang sulit dan banyak tantangan.

Bisnis berlemen Logam (mesin-mesin, komputer, toko besi/baja, otomotif) akan muncul terobosan-terobosan yang mengagumkan, namun belum mampu mendapatkan pendapatan/keuntungan memuaskan. Sedangkan bisnis yang masuk dalam elemen Api (pasar uang, saham, bahan kimia, restoran, entertain) memiliki prospek kurang baik.

Sebagaimana sebuah ramalan. Semua bisa benar, bisa salah. Tapi, setidaknya sudah ada berbagai data agar berhati-hati dan cermat dalam sikap optimistis kita.#