Sabtu, 06 Maret 2010

Antikorupsi


HATI ini sempat bergetar ketika menyaksikan seorang tua – berumur sekitar 60 tahun – masih mau turun ke jalan. Tepatnya di bundaran Hotel Indonesia Jalan Thamrin Jakarta, salah satu titik yang didatangi para aktivis untuk memperingati hari antikorupsi sedunia pada tanggal 9 Desember 2009.
Orangtua itu sepertinya telah mewakili kemiskinan rakyat Indonesia. Walau ia tidak terlalu mampu dalam hal retorika tentang negeri yang masih dipenuhi koruptor ini, tetapi dia menggambarkan inilah penderitaan panjang rakyat Indonesia akibat korupsi merajalela.
Gerakan antikorupsi memang tidak lagi menjadi ikon para aktivis muda. Tapi, seperti yang terlihat pada hari itu, tua muda, perempuan bersandal jepit dengan menuntun anaknya yang masih kecil dan dekil, ikut dalam semangat bersama; ayo bersihkan negeri dari para koruptor!
Tak hanya di Jakarta, peringatan hari antikorupsi juga diperingati di seluruh Indonesia. Malah ada yang rusuh seperti di Makassar Sulsel. Selebihnya, tak lebih dari sebuah ’karnaval’.
Tentu saja ada kemajuan bagaimana gerakan antikorupsi ini pada tahun lalu dan sekarang. Terutama perbaikan birokrasi pemerintahan yang menggambarkan telah ada kesadaran dari pemerintah untuk memberantasnya.
Aparat hukum – walaupun terkesan tidak akur (Kejaksaan dan Polisi dengan KPK) – juga telah bersemangat untuk menangani kasus-kasus korupsi. Ada target dari kejaksaan sampai di tingkat kabupaten / kota. Sedangkan polisi dengan menambah satu unit lagi di satuannya, yakni Tipikor dan kejahatan ekonomi. KPK sendiri sudah bertindak garang dengan menjerat banyak pejabat penting negeri ini.
Ini ditambah lagi munculnya raport dari Transparency International Indonesia (TII) yang diluncurkan saban tahun. Kalau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2008 sebesar 2.6, nah pada tahun 2009 telah berubah mengalami kemajuan menjadi 2.8. Tapi tentu saja angka itu masih menggambarkan keprihatinan, bahkan jika dibanding negara-negara di Asia seperti Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand.
Gerakan antikorupsi tidak boleh berhenti. Ia tidak lagi harus dimobilisasi, tetapi harus menjadi gerakan yang masif. Sampai ke pelosok-pelosok, agar tingkat kesadaran pejabat dan rakyat tentang korupsi menjadi seimbang. Pejabat menyadari tentang tugas-tugasnya melayani rakyat, dan rakyat ikut mengontrol adalah korupsi dalam pelaksanaan pengelolaan pemerintahan maupun proyek-proyek.
Kemiskinan yang dialami oleh lebih 40 persen rakyat Indonesia, tak bisa dipecahkan kalau bukan rakyat itu sendiri yang berusaha. Salah satunya adalah dengan mencegah terjadinya korupsi. Agar kue pembangunan lebih merata, tidak dikuasai oleh kalangan tertentu yang memiliki akses langsung saja. **

Tidak ada komentar: