Sabtu, 06 Maret 2010

Buaya


KPK cicak dan polisi buaya. Itulah istilah yang pertamakali didengungkan oleh Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Susno Duadji, yang berbuntut ditahannya dua pimpinan KPK non-aktif Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.
Tak disangka istilah itu kini menjadi ikon yang sangat populer di negeri ini, bahkan membuat Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri meminta maaf kepada masyarakat atas penggunaan kata itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga merasa terganggu dengannya.
Kalau seorang jenderal polisi saja sudah menyebut korp-nya sendiri sebagai (sarang-red) ‘buaya’, maka publik pun menerima pesan itu sebagai memang begitu gambaran nyata lembaga tersebut. Susno telah membuka mata publik, sekaligusnya membuatnya tercengang - bahwa di lembaganya merupakan berkumpulnya para buaya.
Istilah buaya yang berlaku dimasyarakat cenderung mengasumsikan ketidakbaikan. Yakni binatang buas yang main terkam dan jahat. Pertanyaannya; apakah polisi kita memang sudah sejahat itu?
Dari dulu, polisi kita memang mendapat citra dan predikat tidak baik. Selalu saja ada istilah menggambarkan kebobrokkan institusi dan oknum personelnya. Misalnya, istilah ’melaporkan ayam dicuri, tapi kerbau yang hilang’. Itu istilah bahwa untuk urusan kerugian yang kita alami sendiri, maka bersiap-siap kehilangan uang lagi yang lebih besar.
Adanya pertikaian Polisi dengan KPK, sepertinya bakal menjadi puncak kegelisahan rakyat yang terlanjur menaruh predikat buruk kepada polisi. Sebab KPK masih berada ditingkat popularitas yang tinggi dengan tingkat kesukaan publik yang tinggi pula. Kalau belakangan terbukti polisi yang bersalah, maka hampir pasti rakyat bakal bertambah marah. Rakyat semakin tidak percaya dengan polisi.
Tapi kalau ternyata polisi dianggap sudah benar dalam proses penahanan pimpinan KPK non-aktif Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, apakah memulihkan kepercayaan publik? Rasanya tidak juga.
Sebab rakyat terlanjur ’patah hati’ dengan tingkah oknum-oknum polisi ini. Butuh bukti-bukti yang fundamental untuk mengembalikan citra polisi menjadi benar-benar sebagai ’pengayom’ masyarakat. Yang dibanggakan sehingga para orangtua merasa bangga kembali kalau anaknya memilih pekerjaan mulia seorang polisi. Bukan sekedar mengganti pucuk pimpinan yang oleh Susno Duadji diibaratkan sebagai buaya. **

Tidak ada komentar: