Sabtu, 06 Maret 2010

Kaltimku


PADA sebuah arena berdebat, seorang pria yang cukup kesohor dan berada di Kalimantan Timur bercerita mengenai daerah yang telah membesarkan dirinya itu. “Kita daerah kaya, alangkah malunya kalau masih banyak orang miskin,” ucapnya.
Ya, itu kalimat yang sudah biasa didengar oleh masyarakat Kaltim. Sebab masih banyak saja warga yang hidup dalam ketidakcukupan. Rumah yang reyot dan kemampuan membeli makanan bergizi yang tidak ada.
Tapi, di bagian lain masyarakat juga berpendapat seperti ini; “lebih baik hidup jadi pengangguran di Kaltim dari pada di Pulau Jawa”. Nah. Lo!
Pertanyaannya; apakah itu menggambarkan bahwa lebih enak jadi orang miskin di Kaltim dari pada di daerah lain Indonesia ini? Pendapat mana yang kita dengar, apakah pria kaya atau warga miskin yang biasanya mengeluarkan keluh kesah dari hati nurani?
Si kaya boleh kita sebut sebagai orang berpendidikan yang memahami runyamnya pemerintahan menangani persoalan kemiskinan di daerah ini. Atau bisa juga ia seorang politisi yang selalu menjadikan isu ‘kemiskinan’ sebagai bahan kampanyenya. Sedangkan si miskin juga telah memahami betapa kehidupan itu sangat keras di luar Kaltim sana. Tidak ada yang bisa digarap lagi di Pulau Jawa, sedangkan di daerah ini setidaknya masih banyak lahan yang bisa ditanami untuk keperluan hari-hari dan juga perbaikan ekonomi.
Barangkali, ini adalah situasi klasik. Tapi mestinya pemerintah memahami bahwa di daerah kaya, upaya untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan adalah tujuan utama. Sehingga perlu dilakukan kajian lagi apakah sudah tepat kebijakan yang ditempuh selama ini?
Karena faktanya angka kemiskinan tak berkurang secara signifikan meski sudah 9 tahun otonomi daerah bergulir. Padahal otonomi daerah adalah era dimulainya Kaltim mengelola anggaran cukup besar, yang bersumber dari bagi hasil minyak dan gas serta tambang lainnya.
Data pemerintah seperti dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim memang menunjukkan angka menurun. Kalau pada Maret 2008 lalu angka kemiskinan mencapai 286,44 ribu (9,51 persen), tapi pada Maret 2009 yakni 239,22 ribu (7,73 persen).
Itu hanya data yang akurasinya diragukan. Sebab sebenarnya pemerintah Kaltim masih bisa menggenjot sektor-sektor terkait kesejahteraan ini lebih maksimal, dengan cara mengurangi anggaran untuk operasional pemerintahan dan mengurangi proyek skala mercusuar.
Angan-angan seluruh warga Kaltim tentunya adalah memiliki rumah tinggal yang layak, gratis pendidikan dan gratis berobat disemua rumah sakit serta menjalankan hari tua yang menyenangkan. Amin. **

Tidak ada komentar: