Senin, 07 Juli 2008

Politisi

Oleh: Charles Siahaan

PUBLIK banyak yang terkejut ketika Awang Faroek Ishak dan timnya mengadukan sekelompok demonstran ke Polda Kaltim. Alasan pengaduan; AFI merasa tercemarkan namanya karena didemo dan disebut-sebut sebagai tersangka korupsi. Padahal, statusnya belum sebagai tersangka dan Kejaksaan Agung masih dalam tahap penyelidikan dugaan korupsi pada proyek pembangunan kawasan perkantoran Bukit Pelangi.

Adalah hak setiap orang untuk melindungi dirinya dari setiap serangan yang muncul. Begitu pula Awang Faroek Ishak. Secara manusiawi ia pasti melindungi dirinya dari gempuran pihak luar. Yang menjadi terkesan janggal, karena yang diadukan adalah para pendemo yang merupakan refresentasi masyarakat (rakyat), pelaku aktif demokrasi.

Rakyat diadu dengan polisi. Itulah kesan yang muncul kemudian. Tak heran jika tindakan pengaduan itu bakal menyulut kontraversi panjang, terutama dari kalangan pro demokrasi di negeri ini.

Di negeri ini, upaya memerangi korupsi sedang giat-giatnya dilakukan. Karena korupsi telah menggerogoti setiap sendi kehidupan. Karena korupsi sudah menjadi budaya dan terbukti menjadi indikator yang membuat rakyat miskin.

Gerakan memerangi korupsi yang begitu bersemangat, harus diakui akan selalu mengganggu privasi setiap pejabat negara. Apalagi kalau kasusnya sudah nyaris terbuka seperti pada dugaan korupsi proyek pembangunan Bukit Pelangi di Kutai Timur.

Persoalannya, mengapa harus merasa terganggu kalau si pejabat tidak melakukan korupsi seperti dituduhkan? Mengapa memancing kontraversi dengan mengadukan para demonstran ke polisi agar ditangkapi dan diproses hukum?

Demokrasi adalah alat politik. Itu artinya, ulah para demonstran yang sedang menjalankan prinsip demokrasi berada di dalam ranah politik pula. Demonstrasi bukan ranah hukum, walaupun akhirnya demonstrasi yang kebablasan bisa menyeret pelakunya masuk penjara.

Gerakan yang ditempuh para demonstran merupakan bagian dari proses demokrasi untuk memlih calon pemimpin Kaltim 5 tahun mendatang. Semua calon gubernur patut diuji, karena rakyat harus mendapatkan pemimpin terbaik sesuai pilihan mereka.

Politisi yang terkena hujat rakyat, tak semestinya memberikan reaksi berlebihan dengan mangadukan rakyat ke polisi agar masuk penjara. Sebab rakyat adalah bagian utama yang menentukan langkah politik para politisi menuju kursi kekuasaan.

Setiap politisi patut menyadari bahwa rakyat saat ini menaruh harapan yang besar agar pemimpin sebuah provinsi benar-benar figur yang tidak tercela. Dia harus siap lahir dan bathin ketika ada yang berupaya menggali sisi terdalam dalam kepribadiannya. Tidak ada yang perlu disalahkan. Bahkan para kandidat tidak perlu harus berkilah bahwa itu adalah bagian pembusukan karakter. Sebab kalau memang tidak busuk, maka ’barang’ yang bagus tidak akan mudah busuk. Tetapi sebaliknya; ’barang’ yang busuk, walau disembunyikan sejauh mungkin maka akan tercium juga baunya. Ayo bangkit!

Tidak ada komentar: