Senin, 07 Juli 2008

Gubernur

Oleh: Charles Siahaan

Tak terasa, tanggal 26 Mei 2008, rakyat Kaltim akan memilih calon gubernur dan wakil gubernur. Setelah lelah dengan berbagai kampanye dan strategi opini yang menguras tenaga, pikiran dan uang akhirnya tiba pada saat yang menentukan; apakah ’barang’ dagangan laku dan dibeli oleh publik?

Memang menarik untuk mencermati berbagai cara, gaya dan polah para calon gubernur itu. Ada yang ’mati-matian’ berjuang mendapatkan opini kalau dia tidak melakukan tindak korupsi, dan ada juga yang mencuri simpati dengan mengolah kepanikan masyarakat Kaltim yang sedang kekurangan listrik. Seakan-akan sang calon ini adalah mesin diesel yang siap menyalurkan listrik ke rumah-rumah.

Kandidat lainnya, ada pula yang pakai ilmu ’merista’ (kasihan). Menunggu bola muntah. Ketika banyak kandidat jor-joran dengan atribut spanduk dan kampanye terbuka mendatangkan massa dan artis ibukota, si calon ini dikesankan tidak punya cukup uang untuk foya-foya seperti itu. Pokoknya, dialah calon yang paling menjunjung tinggi kesederhanaan kalau tidak ingin disebut paling miskin.

Ada yang lebih fokus dengan program yang telah dilakukannnya.Prestasi kerja semasa menjadi pejabat publik dijualnya kembali kepada publik yang lebih besar. Tentu saja cara menjualnya memakai strategi ilmu pemasaran. Ya, seperti para pedagang lainnya juga. Ada tenaga sales walau dalam versi yang lain.

Persaingan menjadi gubernur ibarat perang dagang. Jual program yang mirip ’jual waluh’ terjadi di mana-mana. Semua hebat.

Persoalannya, rakyat wajib mendapatkan yang terbaik. Yang tak sekadar menjadi tumpuan harapan, tetapi memang mampu merealisasikan hidup menjadi lebih nyaman. Pijakannya adalah cerita klasik tentang kekayaan alam Kaltim yang berlimpah, tapi tak mampu membuat rakyat sejahtera.

Rakyat membutuhkan hal-hal yang paling mendasar. Air, listrik, rumah, makanan. Sudahkah pemerintah mampu berperan menyediakan semua kebutuhan itu? Sebab adalah sebuah ironi, di daerah yang luas ini ternyata sektor tanaman pangan kita kedodoran. Sayur-mayur, buah-buahan bahkan cabe dan bawang harus didatangkan dari provinsi lain. Karena didatangkan menggunakan kapal laut dan bahkan pesawat terbang, maka konsekwensinya harga menjadi lebih mahal.

Siapa yang memikirkan semua ini? Apakah gubernur-gubernur kita yang terdahulu memikirkannya? Dan, apakah gubernur Kaltim mendatang punya niatan membangun produksi rakyat itu? Ayo bangkit!

Tidak ada komentar: