Senin, 07 Juli 2008

Pemenang

Oleh: Charles Siahaan

BULAN Januari 1997 lalu, saya membuat prediksi kalau Achmad Amins dan Awang Faroek Ishak bakal bertarung sengit menuju kursi Gubernur Kaltim. Dan, pada 22 Mei 2008, prediksi itu terbukti. Keduanya sama kuat, menurut hasil sementara, tidak ada yang bisa menembus angka 30 persen + 1 seperti amanat UU No12 tahun 2008. Dengan demikian keduanya bakal tampil bersaing lagi di putaran kedua Pilgub ini.

Begitu sulitnya untuk mencari pemenang. Menyelenggarakan satu putaran Pilgub saja telah menelan biaya Rp 190,248 miliar. Berapa uang rakyat yang dihabiskan lagi untuk putaran kedua?

Para kandidat juga so pasti ngos-ngosan untuk memasuki tahap kedua. Sebab dipastikan tiap kandidat sudah menghabiskan anggaran puluhan miliar sejak masa persiapan, lamaran ke partai-partai sampai tahapan Pilgub oleh KPUD.

Pertanyaannya; betapa mahal sebuah proses demokrasi. Di Kaltim yang berpenduduk sekitar 2,8 juta jiwa, lebih dari Rp200 Miliar digelontorkan untuk mendapatkan gubernur pilihan rakyat.

Kalau ditanya kepada pada ahli politik, maka jawabnya demokrasi memang mahal. Bahkan di banyak negara, pertaruhan demokrasi bukan hanya uang, tapi pertumpahan darah. Wah!

Untuk memilih seorang Ketua RT dan RW saja, memerlukan perjuangan politik. Mulai dari bersosialisasi dan mengumpulkan tanda tangan dukungan. Bahkan ada trend di perkotaan calon ketua RT / RW sudah menggunakan baliho dan spanduk agar didukung warganya.

Padahal, apa yang diperoleh mereka ketika memegang kekuasaan itu? Jawabannya memang ’semu’. Yang umum tentu karena ’tahta’. Sebab tahta mampu memberikan kehormatan yang besar bagi dirinya dan juga keluarga. Kehormatan adalah bagian penting dari setiap orang, dan ada yang merasa dia menjadi terhormat kalau sudah memegang jabatan tertinggi di pemerintahan atau perusahaan.

Ketika ditanya kepada pendapat umum apakah benar tujuan utama para calon pemimpin untuk mensejahterakan rakyat, seperti tertera dalam visi dan misi mereka? Saya jadi tercengang karena rata-rata publik tidak percaya dengan janji-janji politik itu. ”Itu gombal”.

Jadi, untuk apa mencari pemenang kalau pada akhirnya hanya mendapat kata ’gombal’? Ayo bangkit! *

Tidak ada komentar: