Senin, 07 Juli 2008

Masalah Kita


Oleh: Charles Siahaan

PASCA Syaukani dan Suwarna, siapa lagi yang akan diseret ke penjara? Ini pertanyaan yang kerap muncul di publik Kaltim. Apalagi menurut data dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) tidak satupun bupati dan walikota di daerah ini terbebas laporan masyarakat dengan tuduhan melakukan korupsi.

Data di KPK sampai Februari 2007, Kabupaten Kutai Kartanegara menempati urutan pertama dengan 64 kasus, disusul Kabupaten Berau 60 kasus, Kutai Barat 41 kasus, Samarinda 39 kasus, Bontang 36 kasus, Penajam Paser Utara 32 kasus, Kutai Timur 28 kasus, Kota Tarakan 24 kasus, Malinau 23 kasus, Balikpapan 20 kasus, Paser 10 kasus, Nunukan, dan Bulungan masing-masing 9 kasus.

Data-data itu memberi gambaran kalau di Kaltim ternyata memang jadi sarangnya “tikus-tikus” penggerogot uang rakyat. Mereka adalah pejabat, pengusaha dan juga sebagian komponen masyarakat lainnya.

Simak saja data dari Tranparency International Indonesia (TII), sektor terbesar dipengaruhi korupsi ada di mana-mana. Mulai Partai politik, parlemen/legislatif, polisi, lembaga peradilan, pendapatan pajak, bisnis/swasta, sampai dengan media dan LSM. Bahkan militer dan lembaga keagamaan.

Karena korupsi sudah merajelela ke seluruh sendi kehidupan, pantas saja ketika lembaga yang bermarkas di Berlin Jerman itu mengumumkan hasil penelitian mereka bahwa ada korelasi yang kuat antara korupsi dan kemiskinan. Terutama di negara-negara ranking rendah, tak terkecuali Indonesia. Ketika meluncurkan hasil penelitian mengenai Indeks Persepsi Korupsi tahun 2006 di seluruh dunia, TII memberi judul Korupsi “Merampok” pengentasan kemiskinan.

Tikus-tikus berdasi membuat rakyat Kaltim miskin. Simak; Menurut data pemerintah, tahun 2005 penduduk Kaltim 2.957.465 jiwa. Dari jumlah itu yang tergolong miskin 561.287 Jiwa atau sekitar 18,98 persen. Ini lebih tinggi dari angka kemiskinan nasional tahun 1996 sekitar 17,47 persen.

Ironisnya, peningkatan kemiskinan justru terjadi setelah memasuki era otonomi daerah di mana APBD Kaltim meningkat lebih 400 persen karena adanya bagi hasil Migas. Tahun 2002 ketika Kaltim berpenduduk 2.517.882 Jiwa, jumlah penduduk miskinnya 313.040 Jiwa atau hanya 12,43 persen.

Ini fakta kalau anggaran pembangunan yang melimpah tetap tak mampu mengurangi penduduk miskin di Kaltim. Justru hanya menjadi bancaan para oknum pejabat bersama kroni. Dengan kata lain anggaran yang melimpah menjadi sumber inspirasi untuk melakukan korupsi.

Padahal, angka anak putus sekolah, masyarakat sekitar hutan dan tambang yang yang hidup dengan atap bocor. Makanan kurang gizi serta biaya berobat yang mahal, adalah pemandangan hari-hari rakyat Kaltim. Ini masalah kita dalam memilih calon gubernur tahun 2008 – 2013 mendatang. *

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam Merdeka Pak....National Hot Issue : Illegal Logging Still Taking Place in Nunukan