Senin, 07 Juli 2008

Calon Independen

Oleh: charles Siahaan

TEMAN saya menyodorkan secarik kertas isian nama dengan tanda tangan. Di situ tertera bahwa teman itu sedang berusaha mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) alias senator versi Indonesia.

Pengumpulan tanda tangan telah menjadi arena politik. Seandainya yang diperlukan 10 ribu tandatangan saja untuk memenuhi persyaratan menjadi calon angota DPD, maka so pasti puluhan bahkan ratusan juta rupiah yang perlu digulirkan.

Tidak ada yang mudah dan murah untuk masuk ke dunia politik. Begitu pula ketika aturan tentang calon independen sudah gol dan rencananya mulai bulan Juni sudah diberlakukan alias boleh bertarung di kancah pemilihan kepala daerah, tetap saja muncul pertanyaan apakah adanya calon independen benar-benar menjamin terbebas dari politik uang.

Selama ini, mekanisme partai politik dalam menjaring kandidat selalu dicurigai berlumur politik uang. Untuk bersedia menjadi calon sebuah partai saja, sudah harus menyetor segepok uang. Itu belum lagi kalau akhirnya harus mengikuti syarat partai untuk melakukan sosialisasi ke berbagai daerah sebelum diputuskan oleh partai tersebut.

Kursi kandidat telah menjadi arena lelang bagi pengurus partai. Tidak terkecuali di Kaltim yang tengah dalam proses tahapan Pilgub, sehingga tidak heran kalau pada akhirnya banyak calon kandidat yang kecewa mana kala tidak berhasil memenangkan ‘kursi’ kandidat, padahal uangnya sudah tersedot ke pengurus partai.

Kekecewaan dengan sistim partai politik, membuat euphoria di masyarakat yang mengidamkan kelanjutan reformasi. Calon independen adalah bagian reformasi sistim politik yang diyakini bisa membuat pilihan masyarakat lebih beragam, sehingga putusan memilih pemimpin juga bisa lebih baik.

Tapi, seandainya ada keharusan meraih tanda tangan 3% sampai 6,5% jumlah penduduk saja, maka sudah bisa dipastikan akan menguras uang yang besar pula. Misalnya untuk Kaltim yang berpenduduk 3 juta jiwa. Maka, kalau yang disyaratkan menjadi calon independen mengumpulkan tandatangan sebanyak 3 persen saja, maka sudah 90.000 tanda tangan plus KTP-nya.

Dalam hitungan 90.000 tandatangan, jika dihitung perlu dana Rp25 ribu saja per tanda tangan dan KTP, maka setidaknya si calon independen perlu mengalokasikan anggaran sebesar Rp2.225.000.000. Tentu ini bukan angka yang sedikit. Ini belum lagi menggaji tenaga relawan (voluntir) yang mengumpulkan tandatangan itu.


Angka-angka itu tentu tidak menyenangkan bagi seseorang yang ikut masuk ke dunia politik, tapi tidak punya uang. Bahkan menjadi penghambat orang-orang pintar untuk berkiprah dikancah politik. Alhasil, dunia politik nantinya tetap dikuasai oleh orang-orang berduit dan buntut-buntutnya berkiblat pada kekuatan kapitalisme.
Ayo bangkit!

Tidak ada komentar: