Sabtu, 15 Agustus 2009

Kelalaian Kita


BERGERILYA lagi ke situs-situs dan berbagai milis (mailing list) yang lama saya tinggalkan sejak gandrung dengan facebook, ternyata menjadi kegiatan menyenangkan. Saya memperoleh lagi informasi yang tengah terjadi di negeri ini. Tentu yang dimaksud adalah informasi yang tidak ada dalam berita-berita media massa.
Manohara dan Prita Mulyasari paling banyak jadi topik bahasan. Ada pula soal “Blok Ambalat” yang menimbulkan ketegangan orang-orang Indonesia kepada Malaysia. Yang menarik adalah bahasan Chappy Hakim, mantan Kepala Staf TNI AL. Sejak pensiun dengan pangkat terakhir Marsekal, ia fokus menulis diberbagai blog internet dan websitenya sendiri; chappyhakim.com.
Chappy membuat judul tulisannya; Ambalat? Terima Kasih Malaysia! Ini sungguh berbeda dengan reaksi berlebihan sebagian publik Indonesia yang menyerukan perang. Inti pendapatnya adalah Indonesia harus berterima kasih kepada Malaysia yang telah memprovokasi tentara Angkatan Laut (AL) kita. Berterima kasih karena diingatkan untuk membangun Angkata Perang yang kuat, dengan kelengkapan Alutsista (Alat Utama Sistim Senjata).
Saya tidak ingin terlalu jauh mengungkit soal Angkatan Perang RI yang tidak pernah ditambah powernya agar gagah perkasa, tapi lebih suka membahas kelalaian para pemimpin negeri ini ketika mengambil kebijakan dan membuat undang-undang.
Dua persoalan yang mengesankan pemerintah lalai. Yakni soal kebijakan militer yang membuat tentara kita mudah diprovokasi oleh Tentara Diraja Malaysia seperti saat ini dan kasus Prita Mulyasari yang mengekang kebebasan mengeluarkan pendapat.
Untuk urusan militer sering dikritisi mengapa kekuatan terbesar ada di TNI AD, bukan di TNI AL padahal jelas-jelas Indonesia ini negara maritim dan ancaman terbesar dari negeri tetangga.
Kelalaian kedua menyangkut Prita Mulyasari, yang dituduh melanggar UU ITE Nomor 11 tahun 2008. Pada Pasal 27 ayat (3) disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Prita mengirim email tentang keluhan yang dialaminya terhadap pelayanan RS Omni Internasional Alam Sutera Bintaro Tangerang kepada temannya. Itu artinya dia berhak berkeluh kesah. Mestinya yang ditangkap – sesuai pasal itu – adalah orang lain yang tidak berhak mendistribusikan.
Pemerintah lalai membiarkan UU ITE ini menjadi alat mengekang kebebasan berpendapat, terutama konsumen yang merasa dirugikan oleh kekuatan korporasi (pengusaha). Tak salah kalau UU itu disebut-sebut sebagai perpanjangan tangan sistim kapitalistik. Meski sistim kita Pancasila, praktiknya masih kapitalis. **

Tidak ada komentar: