Sabtu, 18 Mei 2013

Matinya Inspirasi

Ada batas-batas rawan antara penguasa dengan pengusaha. Jika terlalu kental hubungannya, maka dia dekat dengan sorotan KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme). Bila terlalu jauh, jelas merugikan kedua belah pihak.

Pendek cerita, penguasa (baca; pemerintah) dan pengusaha adalah kait mengkait. Mereka tumbuh bersama, namun harus memahami posisi masing-masing agar tidak muncul konspirasi berdimensi negatif, yaitu berkongsi melakukan kejahatan seperti membobol APBD dan meloloskan perizinan berlandaskan suap.

Pemimpin pemerintahan, idealnya menjadi sumber inspirasi semua kekuatan di masyarakat. Termasuk di antaranya pengusaha. Sebab, sebuah provinsi, kabupaten/kota membutuhkan partisapasi swasta. Sebuah kota menjadi terlihat maju dan cantik dengan bangunan megah misalnya, karena keterlibatan pengusaha swasta. Bahkan saya merasa yakin, bahwa 90 persen yang membuat kota itu terlihat maju lantaran dinamisnya karya swasta.

Sayangnya politik kerap menjadi penghalang hubungan penguasa – pengusaha. Karena berbeda partai politik, bahkan berseberangan calon ketika dalam pencalonan (Pilgub/pilwali/pilbup), pemimpin pemerintahan cenderung tak memberi tempat. Karena dinilai bukan kelompoknya.

Suasana itu terasa juga di Kalimantan Timur. Tokoh-tokoh yang terpilih menjadi pemimpin selalu saja masih menyimpan dendam dengan orang-orang yang bukan termasuk dalam tim pemenangannya. Alhasil, ide-ide besar dalam membangun kota jadi terhambat.

Saya masih jelas mengingat, bagaimana Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang dan pasangannya Nusyirwan Ismail, yang kini ‘terjerembab’ dengan pengusaha-pengusaha “orang dekatnya” saja. Ibarat katak dalam tempurung. Bahkan untuk menghidupkan Perusda sendiri saja sulitnya bukan kepalang.

Juga bagaimana Gubernur Awang Faroek Ishak gagal dalam menghadirkan pengusaha swasta dalam menggarap proyek-proyek besarnya. Rakyat Kaltim masih mengingat bahwa beberapa tahun silam Gubernur Awang Faroek berjanji mengajak swasta dalam membangun jalan tol dan mendirikan perusahaan penerbangan Kaltim Air. Faktanya? Nol besar.

Sangat jelas, kemampuan pemimpin pemerintahan di Kaltim umumnya tidak memiliki jiwa entrepreunur. Mereka hanya sebatas mampu memberi jalan kepada pengusaha untuk ketergantungan proyek-proyek pemerintah. Bermain tender proyek.

Padahal banyak perencanaan pembangunan skala besar di depan mata, yang logis secara bisnis bisa direalisasi atas dasar kerjasama penguasa-pengusaha. Seperti misalnya ketika ada wacana memindahkan kantor pemerintahan Pemkot Samarinda atau Pemprov Kaltim ke Samarinda Seberang. Saya kira itu tidak sekedar wacana, tapi sebuah inspirasi untuk sebuah karya besar. #

Tidak ada komentar: