Sabtu, 18 Mei 2013

Caleg dan Cagub

Musim penyusunan calon legislative (Caleg). Partai-partai sedang gencar menawarkan siapa yang bersedia jadi calon wakil rakyat. Mulai untuk kabupaten / kota, provinsi dan nasional.

Jurus rayuan pun sudah mulai berjalan. Ada beberapa teman saya memproklamirkan diri sebagai calon sebuah partai hanya dengan SMS. Dengan kata-kata yang ‘super’ ramah.

Mengapa saya katakan ‘super’ ramah, karena tidak seperti SMS lain yang biasanya to the point dalam menyampaikan pesan, tapi sekarang dengan kata-kata yang manis sekali. Kata-katanya  didahului dengan asalamwalaikum, kemudian berlanjut dengan basa-basi dan kemudian disampaikan maksud menjadi caleg. Diakhir pesan ditutup dengan kata mohon dukungan dan ucapan wassalamwalaikum.

Jelas sekali tampak, politik telah mengubah kebiasaan sehari-hari si kawan ini. Esoknya, ketika saya penasaran ingin bertemu dengan teman tadi, ternyata terlihat pula penampilan yang berbeda. Pakaian dan sepatu yang rapi. Juga potongan rambut yang telah dimirip-miripkan seorang pejabat negara. Saya jadi berpikir; ini baru calon, bagaimana kalau benar-benar terpilih dan jadi anggota DPRD/DPR?

Sampai di sini, saya berkesimpulan menjadi politikus ternyata termasuk pekerjaan idaman sebagian warga. Walau ada fakta-fakta banyak politisi ketangkap menjadi koruptor, tidak mengurangi minat warga menekuni politik praktis itu.

Ada 10 partai yang diloloskan menjadi peserta Pemilu, namun kemungkinan besar bertambah 2 atau 3 partai lagi karena yang lainnya masih bersengketa dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) di Mahkamah Agung. Tapi dengan 10 partai pun kompetisi merebut caleg potensial sudah cukup sulit.

Siapa caleg potensial itu? Tidak perlu menutup mata, partai-partai sudah pasti mencari caleg yang punya kemampuan finansial. Menyangkut intelegensi, integritas, kapasitas, tidak terlalu menjadi pertimbangan utama. Istilah seorang teman; yang terpenting itu berapa “isi tas?”

Ini baru pencarian calon kontestan legislative. Bagaimana juga dengan untuk calon kontestan Gubernur Kaltim yang sudah di depan mata juga. Rencana, bulan September 2013 sudah pemilihan. Sementara sampai bulan Maret ini baru satu pasangan yang memproklamirkan diri, Awang Faroek Ishak – Mukmin Faisyal.

Belum diproklamirkannya calon lain, bukan berarti tidak ada peminatnya. Syahwat sejumlah politisi meledak-ledak juga, tapi tentu dengan ragam perhitungan yang matang. Sebab, lawan yang dihadapi adalah Awang Faroek yang menjadi petahana. Awang dianggap sebagai lawan tangguh, karena diuntungkan bisa memanfaatkan sumber daya pemerintahannya untuk menaikkan citra dan menggaet warga untuk memilihnya.

Tokoh-tokoh muda yang potensial sangat berhitung untuk maju melawan Awang Faroek Ishak. Seolah kompetisi menjadi orang nomor satu di Kaltim bukan medan tempur dirinya. Pendek cerita, orang muda di Kaltim sudah kalah nyali untuk bersaing politik dalam cagub.

Alhasil, tokoh-tokoh tua berniat turun gunung. Selain Imdaad Hamid kelahiran 5 Juli 1944 alias mendekati 69 tahun, juga Achmad Amins yang kelahiran 3 Juli 1947 atau 66 tahun. Sementara Awang Faroek Ishak berusia 65 tahun (kelahiran 31 Juli 1948).

“Jadi, jangan menolak pemimpin tua kalau yang muda tidak berani tampil merebut kepemimpinan mereka,” ujar seorang teman. Ehm, betul juga ya! #

Tidak ada komentar: