Selasa, 12 Februari 2013

Sang “Ratu” Stres



Akhirnya  Rita Widyasari mengakui, ia  stres dengan peristiwa beruntun yang menimpa rakyat di daerah yang dipimpinnya. “Kita harus membangun dari awal lagi,” ujar Rita kepada Bmagazine di Tenggarong Kukar.
Tanggal 30 Juni 2010, Rita bersama HM Ghufron Yusup dilantik menjadi bupati dan Wakil  Bupati Kutai Kartanegara. Ada tiga isu yang mesti diberesi pasangan ini, yang pertama soal pemerintahan bersih (clean governance), karena birokrat  dan politisi daerah itu sudah cemar dengan kasus korupsi. Puluhan pejabatnya, dimulai dari bupati sebelumnya, Syaukani HR, yang  juga ayahanda Rita, masuk penjara karena kasus korupsi.
Persoalan kedua, memberesi tambang batubara yang ruwet dengan tumpang tindih izin lahan dan juga pemberian izin yang kolutif. Banyak ‘tangan-tangan’ besar yang terlibat dalam izin-izin tambang tersebut, seperti adanya oknum-oknum jenderal.
Belum lagi tuntutan masyarakat yang menginginkan pemekaran seperti di Kutai Pantai dan Kutai Hulu. Pemekaran yang dilematis, karena bakal terlepasnya daerah-daerah penghasil minyak dan gas yang beroperasi di sebelah pantai, sementara  ibu kota Tenggarong dan daerah sebelah hulu belum punya sumber pendapatan daerah.
Saat semua itu sedang ditata, tiba-tiba cobaan itu datang satu per satu. Ada tiga masalah yang mengusik sampai-sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dibuat repot.
Peristiwa terakhir  adalah ambruknya jembatan yang menjadi kebanggaan masyarakat eks kerajaan Mulawarman dan Kutai KartanegaraIng Martadipura itu.  SBY sampai mengadakan rapat kabinet terbatas secara mendadak, di sela-sela resepsi pernikahan anaknya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dengan Aliya Rajasa.
Dua peristiwa sebelumnya menyangkut pembantaian satwa dilindungi orangutan di Desa Puan Cepak Muara Kaman Kukar dan vonis bebas atas 15 anggota DPRD Kukar dari sidang korupsi di pengadilan Tipikor Samarinda.
Kasus pembantaian orangutan sepertinya tak begitu mengusik pemerintahan Rita Widyasari. Tetapi sesungguhnya kasus itu memberikan gambaran bagaimana pemerintah tidak bisa memberikan perlindungan terhadap ‘rumah-rumah’ mahluk Tuhan  yang dilindungi itu. Pukulan telak datang dari dunia internasional, yang datangnya mirip gelombang ombak menyentuh kebijakan SBY sampai pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan dan pemerintah desa.  Di mata internasional, Pemerintah Indonesia tidak dapat  memberikan perlindungan hukum. Lebih ngeri  lagi kita masih dicap sebagai bangsa barbar.
Kasus ketiga yang buntutnya menekan Kutai Kartanegara adalah bebasnya 15 anggota DPRD Kukar yang didakwa melakukan korupsi oleh Pengadilan Tipikor di Samarinda. Kasus ini menjadi sorotan nasional sampai adanya wacana membubarkan pengadilan Tipikor di seluruh Indonesia.
Memang kasusnya tak menjadi tanggungjawab Bupati Rita Widyasari, tetapi opini yang berkembang menempatkan posisi good governance yang sedang diperjuangkan jadi melemah lagi. Sudah menjadi opini seakan-akan pembebasan itu karena ada suap dari anggota DPRD Kukar.
 “Saya stress,” kata Rita. Tapi semua itu tak sampai membuatnya jatuh sakit. Kini, kosentrasinya cuma satu; membangun lagi jembatan yang ambruk itu. #
==
====================================================================

Runtuhnya Jembatan Kaning

Jembatan simbol kemegahan Kabupaten Kutai Kartanegara yang dioperasikan sejak dimulainya otonomi daerah tahun 2001, ambruk, hanya dalam hitungan 30 detik.

Ch Siahaan, Hardin, Ibnu Arifuddin

Sore hari itu, Sabtu 26 November 2011, langit yang terik mulai berganti lembut. Seorang lelaki, M Iskandar bersama istrinya, Ema dan juga anaknya yang berusia 5 tahun, Cinta, memilih mengisi waktu weekend ke Samarinda. Mereka mengunjungi pusat perbelanjaan Mal Lembuswana.
Sepulangnya, Iskandar yang akrab dipanggil kondoy, memacu pelan sepeda motornya pulang ke Tenggarong. Mereka bertiga menikmati cerahnya hari , sampai akhirnya memasuki jembatan megah yang dulu – dizaman Syaukani menjadi bupati - dinamakan jembatan Gerbang Dayaku.
Tidak ada firasat apa-apa. Semua mengalir dalam keceriaan ketika musibah itu datang. Jembatan yang nampak kokoh ambruk seketika. Tercebur ke Sungai Mahakam yang dalamnya sekitar 40 meter.
Iskandar yang bekerja sebagai manager umum surat kabar harian Koran Kaltim terlempar bersama motornya. Istri dan anaknya juga terpisah. Dalam kekalutan dan shok berat, Iskandar yang mengenakan helm masih sempat menolong istrinya. Membantu memapahnya agar berpegangan di besi-besi jembatan yang telah menyentuh air sungai.
Iskandar yang panik tidak melihat tubuh anaknya, memutuskan untuk menyelam. Mencari dan mencari buah hatinya. Ia tidak peduli dengan arus deras di dasar sungai, ia tak sempat berpikir bahwa jembatan yang runtuh di dalam air masih bergerak labil menuju dasar sungai.  Semua demi Cinta, si buah hati.
Sang Maha Kuasa berkehendak lain, penggemar warna orange itu tidak muncul-muncul lagi ke permukaan. Istrinya berhasil diselamatkan sebuah perahu yang segera datang memberikan pertolongan. Iskandar dan anaknya, hilang. Sampai akhirnya pada hari Minggu malam, sekitar pukul 21.15 Wita, jasad lelaki itu ditemukan mengapung di Sungai Mahakam. Sedang jasad anaknya belum ditemukan.
Kisah  Iskandar bersama Ema istrinya dan Cinta anaknya, merupakan potongan cerita-cerita pilu para korban ambruknya jembatan. Diduga, masih ada lebih 30 korban yang terperangkap di dasar sungai, bersama mobil dan motor yang mereka tumpangi  saat di atas jembatan.
Kawasan wisata di seberang Pulau Kumala yang penuh bunga itu kini jadi raungan isak tangis sanak keluarga korban. Warga sekitar yang mendengar suara gemuruh langsung berdatangan. “Allahuakbar..,” ucap Ruyi, warga di Desa Perjiwa Tenggarong Seberang. Hanya dalam waktu 30 detik, jembatan yang kerap disebut sebagai jembatan Syaukani itu lenyap dari pandangan mata. Mengubahnya menjadi sebuah kata; noltalgia.
Tak dapat dipungkiri walaupun perencanaan pembangunan jembatan itu sudah dimulai sejak era Bupati HAM Sulaiman (1995-2000), tapi penyelesaiannya setelah Bupati Syaukani menjabat (2000-2005). Pekerjaan proyek jembatan sepanjang 700 meter dilaksanakan oleh sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) PT Hutama Karya dengan menggandeng beberapa kontraktor lainnya.
Masyarakat Tenggarong lebih suka menyebut “jembatan Kaning”. Sebutan ‘kaning’ itu adalah nama akrab Syaukani HR. Belum ada data terang berapa anggaran membangun jembatan yang diinspirasi dari Golden Gate San Fransisco Amerika Serikat itu. Ada yang menyebut Rp150 miliar, tapi ada juga Rp980 miliar.
Suara gemuruh ambruknya jembatan megah itu segera menggema ke seantero negeri. Rita Widyasari, Bupati Kukar yang berada dalam mobil menuju tempat pernikahan Baskoro Yudhoyono  - Aliya Radjasa di JCC (Jakarta Convention Center) Senayan, mengaku menerima kabar dari sebuah SMS yang masuk ke handphonenya. “Massyaallah, jembatanku,” ucap Rita, lirih.
Spontan ia memutuskan tak jadi menghadiri pernikahan putra Presiden SBY dengan putri Menko Perekonomian Hatta Radjasa. Tubuhnya tersandar di jok mobil, pikirannya dipenuhi beragam pertanyaan; ada apa lagi dengan Kutai Kartanegara.
Di antara sesaknya nafas, Rita meminta kepada sopir membelokkan arah menuju Bandara Soekarno Hatta. Putri kedua Syaukani itu ingin segera terbang sampai di jembatan yang sehari-hari telah menjadi sarana vital perekomian itu.
Dari dalam mobil ia segera melakukan koordinasi dengan para stafnya yang berada di Tenggarong. Dari ujung  telepon genggamnya, suara Rita terasa berat tidak seperti biasanya. Perempuan yang masa mudanya aktif sebagai model ini meminta  stafnya menyiapkan apa saja yang diperlukan untuk kelancaran evakuasi korban.
Di dalam Jakarta Convention Center, resepsi pernikahan Ibas-Aliya sedang berlangsung. Sejumlah petinggi negara memberikan ucapan selamat dengan sumringah. Presiden SBY dan istrinya, Ani, membalas ucapan itu dengan suka cita. Sampai pada suatu titik – sekitar 30 menit setelah tragedy jatuhnya jembatan Mahakam, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi terpaksa membawa kabar buruk itu.
Senyum lebar SBY pun terhenti. Hanya dalam hitungan menit, SBY beranjak menuju ruangan khusus. Memanggil sejumlah menterinya. Rapat kabinet darurat.
Keputusannya, sore itu juga Menteri PU (Pekerjaan Umum) Djoko Kirmanto dan Menko Kesra Agung Laksono berangkat ke Tenggarong. Kemudian esoknya disusul Menteri Kesehatan Endang Rahayu Setyaningsih.
Djoko Kirmanto dan Agung Laksono juga segera berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Di sana akhirnya bertemua dengan Rita. “Saya satu pesawat dengan Pak Menteri,” cerita Rita kepada Bmagazine.
Malam itu juga, sekitar jam 21.00 Wib, pesawat menuju Sepinggan Balikpapan. Rombongan Menteri dan juga Bupati Rita Widyasari tanpa membuang waktu langsung menempuh jalan darat ke tempat kejadian perkara (TKP). Lewat dini hari rombongan baru tiba. Rita cuma mampu tertegun. Diam. #

Tidak ada komentar: