Minggu, 31 Mei 2009

Pondasi


SAMPAI pertengahan bulan Maret 2009, atau menjelang berakhirnya 100 hari kerja Gubernur dan Wagub Kaltim Awang Faroek Ishak – Farid Wadjdy, nyaris belum terlihat apa prestasi mereka. Mau bangun jalan tol masih sebatas mimpi, bangun rel kereta api baru sekadar bayangan dan membenahi kelangkaan setrum listrik dengan merekomendasi PLN memperoleh pinjaman Rp2 Triliun dari Bank Kaltim, sangat-sangat diragukan karena tidak feasible.
Mau konsen ke pertahanan pangan seperti janji Gubernur Faroek, juga tidak muncul tanda-tandanya. Hasrat menjadikan kawasan perbatasan negara sebagai beranda Indonesia, baru sebatas wacana dan membangun jutaan hektar kebun sawit terasa mengendor setelah krisis global melanda.
Memang, dalam tempo waktu tiga bulan tak banyak yang bisa diharapkan dari seorang pemimpin setingkat gubernur. Pada masa-masa itu, Faroek baru sebatas menyelaraskan para pemangku kepentingan dalam pembangunan. Misalnya menyusun ‘kabinet’ dengan melakukan mutasi, berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat dan juga membangun komunikasi aktif dengan bupati dan walikota.
Tak heran, kesan selama tiga bulan perjalanan pemerintahan Faroek, yang terbaca di surat-surat kabar adalah sejumlah acara seremonial (peresmian). Ada juga road show ke sejumlah menteri kabinet Indonesia Bersatu, dengan harapan seluruh program pemerintah pusat lebih fokus ke Kalimantan Timur.
Anehnya, masih miskinnya prestasi ini tak diimbangi dengan meletakkan pondasi yang benar agar kokoh dalam perjalanan lima tahun ke depan. Buktinya, baru pada awal bulan Maret 2009 ini Gubernur bersama seluruh bupati/walikota diundang khusus untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2009-2014.
Padahal, RJPM hukumnya wajib sesuai UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005. Itu perencanaan strategis yang orientasinya pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1-5 tahun. Sebelumnya, Kaltim memakai RPJM zaman Gubernur Suwarna.
Lebih ironi lagi, pemerintahan Faroek masih harus berkutat dengan perjuangan menggolkan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) Kaltim. Pekan tadi, Faroek bersama dengan beberapa bupati / walikota di Kaltim mendatangi sejumlah menteri kabinet Indonesia Bersatu dengan tujuan mendesak disahkannya RTRW itu.
Tanpa RJPM dan RTRW, sudah pasti mematikan minat investor untuk menanamkan modalnya di Kaltim. Karena tidak adanya kepastian hukum, maka kepercayaan pemodal juga lemah karena merasa investasinya tidak aman. Gubernur Faroek mestinya memulai dengan membangun pundi-pundi pondasi ini. Selamat bekerja. **

Tidak ada komentar: