Rabu, 12 November 2008

Obama


SEPERTI halnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah menyampaikan ucapan selamat sekaligus harapan bangsa Indonesia atas terpilihnya Senator Illinois Barack Obama sebagai Presiden ke 44 Amerika Serikat, saya juga tidak mau ketinggalan untuk mengucapkan hal serupa.

Ya, saya dan juga lebih separuh manusia di planet ini menyambut kemenangan Obama yang digambarkan sebagai pembawa perubahan. Ada yang mengatakan, ia adalah keajaiban karena menjadi orang berkulit hitam pertama menjadi Presiden AS. Dan seperti kata Obama sendiri dalam pidato kemenangannya; “perubahan fundamental kini benar-benar terjadi di Amerika” dan “Amerika adalah benar-benar tanah harapan dan menjanjikan bagi siapa saja”.

Buat saya, euphoria kemenangnan terasa semakin lengkap ketika Khofifah Indar Parawansa yang berpasangan dengan Brigjen ( purn) Mujiono juga mendulang suara terbanyak – menurut versi quick count-- dalam Pilgub Jawa Timur (Walaupun akhirnya ternyata kalah tipis setelah KPUD melakukan penghitungan suara). Kedua kemenangan itu cukup mengobati karena jago saya pada Pilgub Kaltim, yakni ‘Achmad Amins – Hadi Mulyadi’ kalah.

Amerika dan Jawa Timur seakan memberikan jawaban; apapun bisa terjadi. Tidak ada lagi mitos minoritas versus mayoritas, di mana hanya politikus dari suku-suku, ras, dengan jumlah komunitas yang besar akan meraih suara kemenangan. Dalam survey kecendrungan pilihan perempuan pada calon Presiden AS, justru angkanya terbesar untuk Obama di banding Sarah Palin (calon Wakil Presiden kubu Partai Republik) yang notabene perempuan.

Di Jawa Timur yang punya banyak tokoh panutan religius dan sempat mempersoalkan perempuan sebagai ‘imam’ dalam jabatan politik, toh tidak berlaku lagi. Khofifah yang baru berusia 43 tahun, justru menjadi harapan rakyat Jawa Timur.

Tentu ini juga inspirasi bagi rakyat Indonesia yang ingin menjadi pemimpin. Terutama yang selama ini terhalangi oleh sudut pandang latar belakang minoritas, baik suku, agama, gender dan warna kulit. Ayo bersama-sama kita singkirkan kata-kata dan semangat ‘putra daerah’, karena itu adalah simbol kemunduran demokrasi kita. *

Tidak ada komentar: