Rabu, 18 Maret 2009

Kritisi Kaltim

LIMA tahun lalu Suwarna AF yang baru menjabat Gubernur Kaltim kedua kali bersemangat sekali mengkampanyekan PON, Islamic Center dan sejuta hektar sawit. Sasarannya adalah memfokuskan penggunaan APBD untuk membangun sarana dan prasarana olahraga kelas internasional.

Kini, Awang Faroek Ishak yang baru sebulan menjadi Gubernur Kaltim juga bersemangat untuk mewacanakan berbagai program pembangunan. Mulai jalan tol, pelabuhan ekspor kelapa sawit ‘Maloy’ di Kutai Timur, Kaltim Airline, kawasan industri, agrobisnis, tahun wisata Kaltim, dll, dll.

Dua Gubernur ini nyaris tidak ada bedanya dalam soal orientasi pembangunan fisik, agar terkesan monumental. Sangat beda dengan zaman Gubernur Kaltim HM Ardans SH (Alm) atau zamannya H Soewandi (alm) yang belum ‘melimpahnya’ anggaran. Rezim waktu itu lebih berorientasi menggali sumber daya hutan.

Di zaman Suwarna dan Faroek yang dimulai era otonomi daerah tahun 2001 silam, anggaran untuk Kaltim memang meningkat tajam. Saking semangat punya uang, muncul nafsu membangun yang besar-besar pula. Semua kantor kabupaten dan kota dibangun mewah, pakai lift walaupun krisis listrik tiap hari. Bangun stadion megah walaupun yang pergi berolahraga di situ hanya beberapa gelintir orang saja.

Yang terparah, limpahan kebijakan sektor tambang skala kecil dari pusat ke daerah. Ketika pemerintah pusat menghentikan kejayaan sektor kayu, tapi sektor tambang malah menggila. Pelakunya seperti orang ganti baju, dari main kayu jadi main batubara. Sama-sama merusak alam.

Bersyukur Gubernur Kaltim yang baru Faroek sudah punya niatan menjadikan ‘Kaltim Hijau’. Artinya, kalau dia betul serius – bukan lips service – maka idealnya semua kebijakan pembangunan diarahkan agar bernafaskan kepedulian pada lingkungan. Izin tambang batubara dari bupati dan walikota bisa ditinjau ulang gubernur dengan alasan perusahaan tidak ada program lingkungan. Bukankah regulasi soal lingkungan tak bisa hanya milik Pemkot dan Pemkab, karena kerusakan alam adalah masalah global. Tapi, cukup berani kah Awang?

Rezim memang kejam. Hutan sudah habis dan kini tambang batubara, lima tahun ke depan di zaman Faroek apalagi yang digerus untuk diubah menjadi bangunan monumental?
Semua sumber daya alam yang ada di Kaltim tak niscaya bakal berganti dengan fulus alias uang. Seberapa rakus rezim itu menguras kekayaan alam, hal itulah yang patut dikawal oleh kalangan kritisi di daerah ini.

Saya berterima kasih kepada Pak Gubernur, karena saat acara bertemu dengan pimpinan media massa dia meminta supaya kebijakannya dikritisi. Supaya pemerintahan yang dipimpinnya tidak terlena dan malah jatuh ke jurang. Itu sebabnya sejak awal pemerintahannya saya pun berjanji dalam hati; ayo kita kritisi dia! *

Tidak ada komentar: