Jumat, 22 Februari 2008

Golkar

Oleh: Charles Siahaan

PARTAI besar selalu berpikir yang besar. Itu sebabnya jangan pernah berpikir dalam Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur yang rencana digelar 26 Mei 2008, Partai Golkar hanya mengincar kursi nomor dua alias wakil gubernur. Dalam dunia kompetisi nyaris tak ada yang menginginkan kekalahan.

Persoalannya memang pada siapa jago Golkar? Sebab setelah Syaukani HR divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti di pengadilan Tipikor melakukan korupsi, tidak ada kader yang memiliki reputasi seimbang dalam hal popularitas, loyalitas, “royalitas” dengan Ketua Golkar Kaltim itu. Hasil survey sebelum Syaukani menghadapi persoalan hukum menunjukkan, ia menempati urutan teratas dan disusul oleh Awang Faroek Ishak serta Achmad Amins yang juga sama-sama orang Golkar.

Kalau mau berpikir jujur, jernih, sebenarnya hanya ada dua nama yang tersisa itu saja sebagai calon Partai Golkar untuk diusung sebagai calon Gubernur Kaltim. Dan data itu valid karena berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Persoalannya; apakah para politisi Golkar mau berpikir jernih, jujur dan ‘setia’ terhadap hasil survey. Karena ini menyangkut dunia politik, maka hal yang jernih, jujur dan ‘setia’ menjadi mudah diabaikan oleh satu unsur nafas politik, yakni ‘kepentingan’.

Karena ‘kepentingan’ yang terpecah-pecah di tubuh partai Golkar pula yang membuat partai itu sering kalah dalam sejumlah Pilkada bupati, walikota dan gubernur se-Indonesia. Kader-kader Golkar berlompatan keluar partai lantaran tak terakomodasi lagi karir politiknya. Ternyata, sebagian yang keluar jalur partai Golkar justru menang ketika diusung partai lain. Contoh paling nyata adalah Jusuf Kalla yang maju bersama Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan diusung Partai Demokrat.

Bagaimana dengan ‘kepentingan’ Golkar Kaltim? Boleh dibilang ini adalah pilihan tersulit yang sedang dihadapi partai beringin itu. Sebab, selain ingin menguasai pemerintahan, tentu saja Golkar berkepentingan figur yang diusung wajib memberikan kemajuan terhadap partai. Golkar tidak ingin kasus serupa ketika mengusung Suwarna AF sebagai calon gubernur tahun 2003 silam terjadi lagi. Habis terpilih, Golkar dibuang.

Diantara pilihan sulit itu yang nampak adalah sebuah skenario instan, yakni menempatkan calon wakil gubernur yang juga berasal dari Partai Golkar. Tentu saja penempatan wakil ini terbaca oleh publik bahwa yang dimaksudkan adalah mendampingi calon paling kuat menurut survey, yakni Awang Faroek Ishak. Skenarionya; setelah Awang Faroek Ishak menang dalam Pilgub, ia bakal menghadapi masalah hukum di Kejaksaan Agung. Dan kalau ia dipenjara, otomatis orang Golkar yang menguasai pemerintahan.

Politik ”berandai-andai” oleh para petinggi Golkar ini yang sedang ’dikajal’ untuk masuk menjadi skenario memenangkan Pilgub. Nama Achmad Amins yang Ketua Partai Golkar Kota Samarinda akhirnya terabaikan di tingkat para petinggi Golkar Kaltim. Bahkan terkesan ada upaya dari sebagian petinggi Golkar Kaltim untuk tidak memberikan perahu kepada Achmad Amins.

Pertandingan sudah di depan mata. Dan Golkar adalah partai besar yang wajib berpikir besar pula. **

Tidak ada komentar: