Minggu, 21 September 2008

Krayan



Oleh: Charles Siahaan

Ini kali kedua saya menulis tentang Krayan, sebuah kecamatan paling ujung Kaltim yang berbatasan dengan Malaysia. Pekan lalu, warga di sana marah. Mereka menyandera sebuah pesawat regular Dirgantara Air Service (DAS) yang datang ke kampung mereka di daerah paling ujung Provinsi Kalimantan Timur.

Tak hanya itu, puncak kemarahan juga terlampiaskan di Bandara perintis Nunukan. Warga Krayan yang tidak terangkut dengan pesawat tersebut – setelah berbulan-bulan menunggu giliran terbang – menumpahkan emosinya dengan membakar fasilitas bandara tersebut.

Aksi mereka jadi perbincangan hangat. Sebab itulah perwujudan puncak kemarahan warga Krayan yang mayoritas berasal dari suku Dayak. Klimaks dari kekecewaan rakyat di sana karena pemerintah terkesan tak memperhatikan hidup mereka.

Keluhan rakyat di Krayan selalu dianggap sebagai persoalan klise. Pemerintah sepertinya hanya menerima keluh kesah, tanpa ada tindakan untuk mengatasi kondisi warga Indonesia di perbatasan itu.

Surat kabar telah berkali-kali mengingatkan akan adanya potensi bahaya akibat penderitaan warga Krayan. Bayangkan, walaupun letak geografis Krayan berada di Provinsi Kalimantan Timur, tapi sampai Indonesia Merdeka 63 tahun tidak juga ada jalan tembus darat tersambung ke kampung mereka. Alhasil, selama puluhan tahun itu, warga di sana lebih akrab dengan transportasi pesawat terbang kecil yang jadwal terbang dan jumlah penumpangnya sangat terbatas.

Rakyat Krayan telah mengalami masa-masa termarginalkan sangat lama. Kampung merkea, justru sudah tersambung jalan darat dengan daerah di Serawak Malaysia Timur. Dengan jalan darat itulah warga Krayan bisa memasarkan hasil pertanian dan peternakan ke negara tetangga itu. Hubungan mereka menjadi lebih dekat dengan warga Malaysia.

Tak heran, kalau publik di Kaltim sering mendengar ucapan emosi warga Krayan yang meneriakkan kata; Merdeka.

Lebih ironis lagi, karena warga Krayan hanya dijadikan objek untuk mendulang suara para politisi, baik legislatif maupun eksekutif. Tiap kali menjelang hajatan politik Pemilu dan Pilkada, maka beribu janji dilontarkan kepada warga Krayan. Terutama janji untuk membuka isolasi jalan darat. Tapi usai itu, mereka melupakan janji itu.

Sebenarnya, rakyat di Krayan juga banyak yang berhasil dalam dunia pendidikan maupun pejabat politik dan pemerintahan. Tapi, mereka pun sepertinya tidak kuasa melakukan perubahan. Entah, mengapa mereka tidak pernah bersatu menjadi kelompok penekan? **

Tidak ada komentar: