Selasa, 20 November 2007

Contohlah JK

Oleh: Charles Siahaan

IDUL Fitri baru berlalu. Tapi Jusuf Kalla alias JK masih sengit dibincangkan di berbagai media. Langkahnya bertemu dengan para mantan Presiden dan Wapres RI serta sejumlah mantan pejabat tinggi negeri ini bergema memunculkan analisa politik yang amat beragam. Ditambah safari JK ke 9 provinsi di Sulawesi dan Sumatera menambah keyakinan para pengamat politik bahwa JK sedang melakukan konsolidasi untuk pencalonanan dirinya sebagai Presiden RI tahun 2009.

Tidak ada yang salah dari analisa politik itu. Sebagai seorang Ketua Partai Golkar yang pada Pemilu tahun 2004 lalu tampil sebagai pemenang, gerakan JK tentunya lumrah sekali. Di negeri manapun, partai pemenang Pemilu selalu hampir pasti menjadi pemegang kekuasaan. Justru sangat aneh kalau partai pemenang Pemilu tidak mengambil haknya pada kekuasaan.

Persoalannya agak beda ketika JK saat ini duduk sebagai Wakil Presiden RI. Rangkaian safari dan silaturahim politik JK ke sejumlah daerah dan tokoh, menguatkan dugaan kalau JK sedang bersiap-siap berpisah dengan SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono) pada Pilpres nanti. Itu berarti keduanya akan berkompetisi merebut kursi orang nomor satu di negeri ini.

Di luar analisa kompetisi politik keduanya itu, ada hal menarik dapat dipetik dari kunjungan berlebaran Jusuf Kalla ke sejumlah rumah mantan Presiden dan Wapres serta tokoh-tokoh politik lain yang selama ini menjadi rivalnya. Hal menarik itu ternyata adalah persoalan sederhana, bahwa ternyata selama ini rakyat Indonesia mengidamkan para mantan Presiden dan Wapres atau sejumlah politisi bisa tetap akur.

Rakyat mengidamkan adanya sebuah kunjungan dari mereka yang pernah berkuasa kepada tokoh-tokoh lainnya. Kunjungan seorang Megawati ke rumah Soeharto misalnya. Atau mungkin kunjungan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke rumah Megawati atau ke rumah Gus Dur.

Kita memang sangat prihatin dengan moralitas para bekas pemimpin negeri ini. Mereka seakan menjauhkan tali silaturahim. Bahkan setiap datang perayaan HUT Proklamasi di Istana Negara, kerap kali rakyat mengidamkan hadirnya sejumlah mantan Presiden RI bersama-sama memberikan hormat kepada Sang Saka Merah Putih. Menyajikan lagu Indonesia Raya bersama-sama dengan sejenak menanggalkan perselisihan, persaingan politik.

Tetapi hal itu tidak pernah terjadi. Para mantan pemimpin negeri ini selalu punya alasan untuk tidak bisa hadir bersama-sama para perayaan kemerdekaan yang penting itu. Para mantan pemimpin itu sepertinya tidak pernah merasa malu, bahwa rakyat Indonesia mengidamkan mereka berada di sana bersama-sama dengan Presiden yang sedang berkuasa.

Dengan moralitas para mantan pemimpin yang seperti itu, rakyat justru dikagetkan dengan pernyataan sejumlah tokoh politik itu bahwa mereka akan mencalonkan diri sebagai Presiden RI tahun 2009 nanti. Ya, mereka yang selama ini tidak mau bertemu dan bermaaf-maafan sesama tokoh politik, tidak mau hadir pada acara HUT Proklamasi di Istana Negara karena tidak mau bertemu dengan Presiden yang berkuasa, justru ingin menjadi pemimpin negeri ini. Pertanyaannya; apa mereka pantas menjadi pemimpin? **

Tidak ada komentar: