Sabtu, 16 Juli 2016

Putar Otak Saat APBD Anjlok


Klop sudah. Pemerintah pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat sepakat mengubah asumsi defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 menjadi 2,35 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit tersebut melebar dari target awal APBN 2016  sebesar 2,15 persen.

Dampaknya, Pemerintah akan menyesuaikan jumlah penerimaan dan belanja agar selaras dengan asumsi tersebut. Itu berarti, tahun 2016 anggaran untuk pusat sampai ke daerah seperti Kaltim tak mungkin dipenuhi sesuai dengan perencanaan APBD.

Singkat cerita, seluruh pemerintahan level provinsi, kabupaten dan kota harus mengkoreksi APBD-nya sesuai kemampuan keuangan dari pemerintah pusat. Defisit sekitar Rp50 triliun yang diasumsikan pemerintah pusat, mau tidak mau terdistribusi juga sampai ke daerah-daerah.

Pemerintah Provinsi bersama 10 pemerintah kabupaten dan kota termasuk yang terkena imbas. Sudah sejak memasuki tahun anggaran 2016, posisi keuangan mengalami kekurangan. Bahkan membuat pemerintah berhutang pada pihak ketiga.

Jalan mudahnya untuk mengatasinya adalah memangkas anggaran SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Untuk Pemprov Kaltim saja diperkirakan APBD tahun 2016 harus dipangkas sebesar 35 persen. Belanja riil Pemprov Kaltim tahun 2016 saja ditaksir berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086 triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya tinggal Rp5,986 triliun.

Itu Pemprov Kaltim. Pemkot Samarinda memastikan tidak ada proyek baru selama tahun 2016. APBD dihabiskan untuk membayar hutang proyek yang belum terbayar kepada kontraktor. Defisit anggarannya mencapai Rp1 triliun.

Cilakanya, walau sudah pasti APBD semua level pemerintahan berkurang, perilaku belanja para pejabat tidak berkurang. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak misalnya, tak riskan bepergian ke Moskow Rusia dengan membawa rombongan besar dari Kaltim. Padahal, itu adalah keberangkatan ketiga kali.

Di daerah lain, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari juga tak punya empati dengan kesulitan yang dialami warganya. Rita selama bulan ramadan misalnya, memasang iklan di televisi nasional Metro TV setiap hari. Isinya hanya sekedar ucapan selamat berbuka puasa. Tapi dipastikan untuk tampil 'pencitraan' di televisi nasional seperti itu menghabiskan miliaran rupiah.

Perilaku para anggota DPRD di masing-masing daerah juga tak berubah. Sesuai rencana yang telah mereka susun, reses-reses dan studi banding ke luar kota tidak direvisi. Hampir disemua kabupaten/kota dan juga provinsi, meski APBD mengalami masa kritis, tapi anggaran para legislator tidak boleh dikurangi.

Di Kaltim, Gubernur, para bupati dan wali kota juga seolah pasrah. Tidak muncul kreatifitas agar berkurangnya pendapatan di APBD ditutupi dengan produksi daerah. Di kantor-kantor pemerintahan yang terdengar adalah keluhan para pegawai tentang berkurangnya kegiatan karena berkurangnya drastisnya proyek.
Padahal, pada posisi defisit begini semestinya pemerintah putar otak, mencari strategi agar arah anggaran diperketat untuk hal-hal yang membuat produksi masyarakat meningkat. Misalnya dengan menggerakkan sektor swasta yang terbukti tahan dalam badai krisis apapun.
Tapi, kata seorang pengusaha di Samarinda, pemerintah seperti tidak punya gairah. Bahkan sedikit sekali pertemuan dengan para pengusaha untuk membahas masalah perekenomian daerah mereka. #

======================================================================



Hmm, Belanja Terkoreksi 35 %


Situasi krisis global sudah terjadi sejak 2014 silam dan berdampak pada penerimaan negara. Semua provinsi mengalami defisit, termasuk Kaltim yang kedodoran sebesar Rp3 trilun.

Tanda-tanda APBD Kalimantan Timur itu defisit sudah muncul sejak 2015 lalu. Waktu itu RAPBD Kaltim tahun 2016 setelah melewati masa pembahasan yang panjang mestinya ditetapkan 16 November 2015, sebesar Rp10,903 triliun.

Tapi apa yang terjadi, belum sempat disahkan menjadi Perda APBD Kaltim Tahun Anggaran 2016, sudah harus dikoreksi. Bukan sekali, tapi berkali-kali. Sampai akhirnya pendapatan APBD hanya sekitar Rp7,086 triliun.

Pemerintah Pusat sudah memberi aba-aba tidak tercapainya target pendapatan pajak dan pengaruh krisis ekonomi global. Karena pendapatan pemerintah pusat berkurang, dampaknya terjadi para berkurangnya transfer ke provinsi, kabupaten dan kota.

Akibatnya, di penghujung 2015 lalu itu, seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) diminta TPAD (Tim Panitia Anggaran Daerah) Provinsi Kaltim untuk memangkas sejumlah kegiatan. Tidak tanggung-tanggung, pengurangannya mencapai 35 persen.

 “Ini kami di Bappeda bersama TPAD, mencermati kegiatan yang yang mau diambangkan pelaksanaannya, atau ditunda ke tahun depan. Hanya kegiatan yang mendesak dan penting saja bisa diakomodir,” kata Sekretaris DPRD Kaltim, H Achmadi.

Hal senada juga dikatakan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Setprov Kaltim, HM Jauhar Effendi. “Daftar kegiatan dikoreksi, lebih dari sepertiga anggaran dapat dikatakan tak tersedia uangnya karena anggaran defisit,” katanya.

Menurut keduanya, daftar kegiatan baru setelah anggaran dipotong 35 persen disiapkan sampai awal Januari 2016 dan diserahkan ke TPAD. Daftar kegiatan baru itulah yang jadi kegiatan utama dan tersedia dananya.

Dikatakan Achmadi, Sekretariat DPRD Kaltim di tahun 2015 mendapat anggaran Rp65 miliar. Dalam APBD 2016 diakomodir Rp90 miliar. Tapi sehubungan anggaran defisit, maka dipotong 35 persen. “Anggaran bersih dijamin uangnya tinggal Rp58 miliar saja,” terangnya.

Pemangkasan anggaran yang konsekuensinya sejumlah kegiatan harus dibatalkan, kata Achmadi, belum bisa diputuskannya sendiri karena harus dilaporkan dan konsultasikan ke ketua DPRD Kaltim. 

“Saya harus mengkonsultasikan ke Pak Ketua (HM Syahrun HS), kegiatan mana yang dibatalkan pelaksanaannya,” ucapnya.

Akibat pemangkasan anggaran 35 persen tersebut, maka belanja riil Pemprov Kaltim tahun 2016 berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086 triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya tinggal Rp5,986 triliun.

Pengeluaran terbesar Pemprov Kaltim selama ini adalah untuk pos bantuan keuangan ke sembilan kabupaten/kota se-Kaltim, dimana jumlahnya berkisar hampir Rp2 triliun tiap tahunnya. Kalau bantuan keuangan ini juga dipangkas 35 persen, maka riilnya nanti bantuan keuangan tahun 2016 hanya bisa RpRp1,4 triliun untuk sembilan kabupaten/kota.

APBD Kaltim Tahun 2016 sebesar Rp10,903 triliun diprediksi Pemprov Kaltim bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 5,089 triliun, dana perimbangan Rp 4,529 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 484, 600 miliar.

Sedangkan komponen belanja, terdiri dari belanja tidak langsung Rp 5,619 triliun dan belanja langsung Rp 5,283 triliun.Selain itu juga ada pembiayaan penerimaan Rp 800 miliar.

Tak bisa dipenuhinya anggaran sebagaimana telah ditetapkan di APBD Kaltim Tahun 2016, atau defisit, Kepala Dispenda Kaltim, Eddy Kuswadi enggan menjelaskan. Terutama karena pos penerimaan yang menurun.

Sebenarnya, bukan hanya untuk tahun anggaran 2016 saja APBD Kaltim mengalami koreksi.  Pada tahun sebelumnya, 2014, perhitungan sudah mengalami 'kekacauan'. Bahkan mengalami defisit mencapai Rp1,6 triliun.

Ada beberapa masalah perhitungan yang tidak akurat waktu itu. Ditambah lagi berpisahnya provinsi Kalimantan utara sebagai DOB (Daerah Otonomi Baru), membuat struktur APBD Kaltim mengalami perubahan drastis. Kemudian transfer dana perimbangan yang semula diprediksi Rp6,2 triliun ternyata berkurang sampai Rp715 miliar.
Bagi Pokja 30, seperti dikatakan direkturnya, Carolus Tuah, defisit anggaran yang terjadi di Kaltim justru membuka mata bahwa banyak anggaran tidak penting tapi dipaksa masuk anggaran ada pembiayaannya.
"Kan itu jelas ada instruksinya dari Sekda, supaya SKPD memangkas kegiatan yang tidak penting. Jadi, ya selama ini memang banyak yang tidak penting masuk APBD," ujar Carolus.

Belanja-belanja yang minta ditunda dan terkesan tidak penting itu di antaranya Belanja Langsung (BL) pada kegiatan yang tidak menyentuh pelayanan publik, atau belanja yang tidak secara langsung mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Misalnya, belanja untuk perencanaan, yang pekerjaan fisiknya belum dapat dilakukan, pembangunan gedung baru, belanja tidak produktif (orientasi lapangan, pakaian seragam acara tertentu), kegiatan seremonial atau perlombaan yang tidak penting, pengadaan kendaraan, komputer, printer, meubeler, hibah, bantuan keuangan. #in/le
=======================================================================

Goodbye APBD Rp11 Triliun


Tidak cukup hanya mengencangkan ikat pinggang dengan memangkas kegiatan-kegiatann yang tidak perlu menghadapi defisit anggaran yang telah dimulai sejak 2014 lalu. Tapi perlu terobosan.

Inilah dua tahun penuh dinamika dalam hal keuangan daerah. Alih-alih ingin mendapatkan transfer anggaran dari pemerintah pusat lebih besar karena Kaltim adalah penyumbang devisa terbesar Indonesia, yang terjadi malah sebaliknya.

Setelah APBD tahun 2015 turun lebih Rp1,8 triliun dan kemudian turun lagi pada APBD 2016 sebesar 1,6 triliun, diprediksi kondisinya masih parah sampai APBD 2017. Prediksinya, APBD Pemprov Kaltim 2017 hanya Rp6,6 triliun.

Padahal, APBD Kaltim 2014 masih mengalami masa kejayaan mencapai Rp11, 54 triliun. Ketika itu Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak malah bersemangat untuk menambah karena jumlah anggaran itu dirasa kecil dibanding kontribusi PDRB Kaltim secara nasional.

Ada dua pengaruh yang menyebabkan anjloknya lagi penerimaan pada tahun 2017. Pertama, pada 2017 Pemprov Kaltim akan terbebani dengan kewenangan untuk membiayai pendidikan menengah atas atau SMA sederajat. Ini realisasi dari pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, pendidikan tingkat SMA, sektor kehutanan, pertambangan dan kelautan juga dialihkan dari kabupaten/kota ke Provinsi Kaltim.

Perubahan tersebut akan menambah cost anggaran Pemprov Kaltim. Misal, pengalihan tenaga guru SMA sederajat, kemudian kehutanan, pertambangan dan kelautan akan menambah beban Pemprov Kaltim karena harus ada cost yang mesti dikeluarkan. Menurut catatan, ada sekitar 4 ribuan guru akan ditanggung Pemprov Kaltim. Bukan hanya gaji, tapi juga biaya operasional sekolah.

Hal kedua, ada beberapa kewenangan yang penyelenggaraan dan urusan beralih ke provinsi tapi pendapatannya ke kabupaten/kota, misalnya pajak air bawah tanah. Perizinan pajak air bawah tanah berada di pundak Pemprov Kaltim meskipun hasilnya di kabupaten/kota. Namun, pajaknya dibayar ke kas kabupaten/kota.

Tahun 2016, Pemprov Kaltim berjuang memangkas belanja sampai 35 persen. Bagaimana dengan tahun 2017?
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sebenarnya tahu persis solusinya, yaitu menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Tapi mampukah? Sebab faktanya, pertumbuhan ekonomi Kaltim pun tidak mampu didongkrak Gubernur sehingga daerah ini terpuruk dengan pertumbuhan ekonomi hanya bergerak 0,1 persen. #lo
==================================================================



Malah ke Luar Negeri


Defisit angaran yang sedang terjadi di tubuh pemerintahan semua level, tak membuat para pejabat dan legislatornya tobat menggunakan anggaran untuk kegiatan yang tidak perlu. Di Kaltim, mereka cuek berangkat ke luar negeri.

Kota Sochi, negara bagian di Rusia, jadi tempat tujuan rombongan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak bulan Mei 2016 lalu. Ada sejumlah pejabat, anggota DPRD dan Bupati Kutai Timur menyertainya.
Bagi Gubernur, ini adalah keberangkatan ketiga kali ke Rusia setelah terjalin kerjasama dengan perusahaan Russian Railways yang rencananya investasi membangun rel kereta api di Kaltim.
Gubernur berkilah, kunjungan itu bukan atas inisiatif dirinya. Tapi karena undangan Presiden Joko Widodo yang kebetulan memang melakukan tugas kerja ke sana. Bahkan agenda kunjungan termasuk jadwal diatur oleh Sekretariat Negara (Setneg).
“Ini tidak ada plesiran seperti yang selama ini dituduhkan,”  tegas Awang Faroek Ishak kepada Wartawan.
Kunjungan selama seminggu, sejak 18 Mei hingga 23 Mei itu mendapat sorotan publik. Apalagi itu bukan yang pertama kali ke Rusia. Apa pentingnya juga, sementara anggaran pembangunan yang semestinya dinikmati rakyat sedang mengalami defisit.
Sebelumnya, bulan April, anggota DPRD Kaltim dari Komisi III dan IV bersama pimpinan Dewan juga bepergian ke Cina selama sepekan, yakni 16 hingga 22 April 2016. Kabarnya, beberapa di antaranya ada membawa keluarga.
Walau belakangan ada yang membantah keberangkatan itu menggunakan APBD alias memakai uang pribadi, tapi warga menyorotinya bahwa keberangkatan ke luar negeri menandakan ketidakpekaan anggota DPRD Kaltim dimasa defisit anggaran.
Menurut Direktur Pokja 30 Kalimantan Timur, Carolus Tuah, justru aneh para anggota Dewan mengatakan tidak menggunakan APBD.
"Ke Cina itu agenda resmi atau tidak? Kalau itu perjalanan dinas, itu uang pribadi mereka, pasti diganti, direamburse. Di sisi lain, kalau mereka cuma jalan-jalan saja, ya ngaco saja jadi anggota dewan begitu kan?" lanjut Tuah.


"Anggota DPRD teriak-teriak defisit anggaran, anggaran mereka dipangkas ini dan itu, tapi mereka justru ke Cina. Itu menunjukkan mereka sedang jalan-jalan, bukan aktivitas kedewanan. Lantas apa tugasnya mereka sebagai wakil rakyat?" kata Tuah.
Begitulah kondisinya. Meski anggaran sudah jelas-jelas mengalami defisit, tapi ulah para pejabatnya masih saja tidak melihat realita. #lo
==============
=========================================////////////////////

Kontraktor Samarinda 'Menangis"


Sampai bulan Juni 2016, masih puluhan kontraktor yang belum terbayar pekerjaannya. Padahal, mereka bekerja di tahun 2015.

Berita itu mencengangkan. Pemerintah Kota Samarinda mengalami defisit Rp855 miliar. Kontraktor mulai blingsatan. Maklum, mereka banyak bekerja tahun 2015 lalu. Mulai proyek-proyek beranggaran kecil menjelang Pilkada Samarinda, sampai proyek besar.
Bulan Desember 2015 itu menjadi bulan buruk bagi mereka. Rapat audiensi antara Pemeritah Kota (Pemkot) Samarinda dan puluhan kontraktor di ruang rapat Balai Kota berlangsung penuh emosi.
“Kami ke sini hanya minta supaya Pemkot Samarinda memberi kejelasan, kapan hak kami terbayarkan. Kalau pemkot tidak punya anggaran, kenapa kami diminta ikut tender proyek tahun ini,” ucap Idham. Dia tidak percaya pemerintah tidak punya dana membayar, karena menurutnya semua proyek fisik, pasti sudah tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA).
Penyebab terjadinya defisit di Pemkot Samarinda, tak terlepas dari dinaikkannya target pendapatan asli daerah (PAD). Jika di APBD 2015 angkanya senilai Rp 435 miliar, maka di APBD Perubahan 2015 mencapai Rp 486 miliar.
Kedua, belanja daerah baik secara langsung dan tidak langsung juga mengalami peningkatan. Belanja tidak langsung misalnya, jika di APBD 2015 sejumlah Rp 1,3 triliun, maka di APBD Perubahan menjadi Rp 1,4 triliun. Belanja pegawai senilai Rp 1,1 triliun menjadi pendongkrak meningkatnya belanja tidak langsung pemkot.
Sementara itu, belanja langsung, angkanya mencapai Rp 2,1 triliun. Dari total pengeluaran itu, pembayaran proyek kontrak tahun jamak (multiyears contract/MYC) menjadi yang terbesar dengan jumlah Rp 510 miliar.
Tak ada jalan lain. Mengatasi masalah tersebut solusinya adalah rasionalisasi belanja, termasuk memangkas perjalanan dinas. Kegiatan yang tidak terlalu penting dan belum mendesak lebih baik diusulkan tahun depan. Seperti pembangunan jembatan dan renovasi.
“Nah, anggarannya kita ambil untuk menutupi defisit,” kata Sugeng Chairuddin, Kepala Bappeda Samarinda.
Begitu juga perjalanan dinas. Sugeng mengatakan, undangan yang tidak begitu mendesak tak perlu dihadiri. Koordinasinya cukup melalui surat elektronik dan teleconference.  
Ya, begitulah. Sampai bulan Juni 2016, persoalan utang dengan pihak ketiga itu masih belum kelar juga. #lo
=====================================================================


Kukar Cari Utangan


 Tadinya, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara optimistis APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) menyentuh Rp6, 9 triliun. Tapi, "badai" krisis global datang dan APBD tinggal Rp4,3 triliun.

Begitu dilantik menjadi Bupati Kukar kedua kali bulan Pebruari 2016, Rita Widyasari mulai kelimpungan untuk mengatasi badai defisit. Bersama pasangannya Edi Damansyah yang mengusai masalah birokrasi, langkah pertama adalah memotong alokasi anggaran kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Di Diinas Pendidikan misalnya, jika tahun sebelumnya ada program kerja satu guru satu rumah, tahun 2016 tidak bisa direalisasikan lagi. Begitu juga dinas-dinas lainnya. Instruksi dari bupati; prioritaskan urusan wajib saja.
Rita mulai pening. Saat ada Musrenbang Kaltim, bupati perempuan antusias bertanya kepada Reydonnyzar Moenek, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bagaimana prosedurnya meminjam uang dari bank luar negeri.
Rupanya Rita terpancing dengan  paparan pertama Reydonnyzar ketika terjadi defisit memungkinkan untuk pinjam uang.
MenurutReydonnyzar pada saat Rapat Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2017 di Convention Hall Samarinda, beberapa waktu lalu itu (4/4/2016), saat terjadi defisit sebaiknya jangan pinjam uang. Pejabat daerah jangan berekspektasi terlalu tinggi. Karena kalau pinjam itu harus ada jaminan pengembaliannya.
Seperti yang disampaikan Reydonnyzar, daripada meminjam uang, pejabat daerah lebih baik melakukan restrukturisasi APBD dengan efisiensi. Seperti hanya menggelar kegiatan bersifat penting (belanja wajib mengikat), dan pemanfaatan aset.
Reydonnyzar mengatakan, pinjaman jangka pendek tidak diperkenankan dengan kondisi defisit. Sedangkan jangka menengah dan panjang bisa dilakukan, terutama yang menghasilkan cost recovery (pengembalian biaya operasi).
“Rumah sakit (BLUD) ini bisa, termasuk TPA sampah yang penting bisa menghasilkan cost recovery,” ungkap Reydonnyzar.
Pemkab Kutai Kartanegara termasuk yang pusing tujuh keliling. Karena puluhan bahkan ratusa proyeknya yang telah disusun bakal tidak bisa dilanjutkan. Juga 15 proyek kakap yang mandeg karena tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Utang terhadap kontraktor mencapai Rp534 miliar.
 “Kalau bisa pinjam uang kenapa tidak. Saya menanggapi positif saja apa yang disampaikan, apalagi beliau mengatakan saat defisit bisa berutang saya senang dengan pernyataan itu,” ujar Rita kepada Wartawan.
Bupati Kukar mengakui menjajaki soal utangan itu ke Islam Development Bank (IDB) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Kepala Bappeda Kukar Totok Heru Subroto menanggapi, soal pinjaman ke IDB pihaknya melakukan verifikasi proyek mana yang memungkinkan didanai oleh pinjaman.
Anehnya, meski dilanda defisit Bupati Kukar Rita Widyasari masih memasang iklan ucapan selamat berbuka puasa di televisi nasional. Bahkan ia tampil sedirian tanpa didampingi wakilnya selama bulan Ramadhan, sehingga mengesankan ia sengaja mementingkan pencitraan dengan menggunakan uang Pemkab Kukar. Hampir bisa dipastikan miliaran rupiah digelontorkan untuk membayar iklan ucapan tersebut.  #le
=======================================================================



Balikpapan pun Pening


Tahun 2016, Pemkot Balikpapan mengalami defisit anggaran sebesar Rp 606.565.303.950. Itupun masih angka sementara, karena bisa saja prediksi pendapatan yang telah disahkan - terutama bersumber dari transfer pemerintah pusat tidak tercapai.

Memang bikin pening dan perlu kerja keras. Pemerintah kota bersama DPRD Balikpapan berupaya mencari sumber-sumber penerimaan untuk menutup defisit yang sedang terjadi. Skenarionya, Jika skema tambahan anggaran tersebut tidak terpenuhi, maka Pemkot melakukan rasionalisasi kembali BL (Belanja Langsung) tahun anggaran 2016 sebesar 15 %. Sehingga secara keseluruhan total rasionalisasi adalah 30 % .

Ini dia rupa-rupa yang dirasionalisasi. Yaitu;  1)Tetap menjaga capaian out put  dan outcame kinerja RPJMD. 2) Selektif pada belanja modal kendaraan bermotor dan peralatan/perlengkapan kantor. 3) Mengurangi/ meniadakan kegiatan bersigat seremonial. 4) Mengurangi/meniadakan konsumsi rapat. 5) Menghemat pemakaian ATK. 6) Menunda kegiatan yang dapat dialihkan pada tahun berikutnya.

 “Kami semua kebingungan, mana program yang harus dipangkas, karena hampir semua berkaitan dengan kebutuhan warga Balikpapan. Pemangkasan anggaran 30 % tersebut, nilainya kurang lebih 500 Milyar,”ungkap Syukri Wahid, Ketua komisi I DPRD Balikpapan.

Semula, usulan program daerah sebesar Rp 3,1 triliun. Tapi usulan itu jauh melampaui kemampuan kas daerah yang pendapatannya diperkirakan hanya sekitar Rp 2,5 triliun, sehingga terjadi defisit Rp570 miliar.

Sebenarnya, dalam perhitungan Walikota Rizal Effendi, angka defisit itu bakal mampu ditutupi karena masih ada Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran) 2015 sebesar RP565 miliar lebih.
Tapi apa mungkin bisa dibilang dalam posisi aman?

Tentu saja tidak. Langkah pemotongan anggaran di SKPD mencapai 30 persen adalah salah satu langkah agar keuangan daerah tidak mengalami guncangan bahkan kekacauan. Apalagi, soal defisit anggaran tahun 2016 ini sebenarnya tergolong kecil, dibanding defisit yang pernah dialami daerah itu tahun anggaran 2015, yakni hampir Rp800 miliar.

Diantara program yang dipangkas, diantaranya program bedah rumah gakin (keluarga miskin). Pekerjaan dari Dinas Tata Kota dan Perumahan (DTKP)  itu hanya bisa melakukan bedah rumah sebanyak 20 unit dari sebelumnya 40 rumah. #lo



Tidak ada komentar: