SEPERTINYA, persoalan kelangkaan listrik di seluruh Kalimantan Timur hanya bisa diselesaikan dengan cara utang. Begitulah berita yang menghangat pekan tadi. Gubernur Awang Faroek Ishak mengumumkan kesediaan Bank Kaltim – dulu Bank Pembangungan Daerah (BPD) -- memberikan pinjaman sebesar Rp2 Triliun kepada PLN (Perusahaan Listrik Negara).
Sekilas, langkah Gubernur Faroek berkesan brilian. Sekali dayung dua pulau terlampaui. BPD yang sahamnya dimiliki pemerintah kabupaten dan kota se-Kaltim dapat rejeki nomplok bisa menggelontorkan uang nasabah (pihak ketiga) dan memperoleh bunga, berikutnya krisis listrik sekitar 2 X 100 MW (megawatt) bisa tertangani.
Bank untung, listrik swasembada. Begitulah gambaran masa depan Kaltim pada tahun 2011 nanti. Tidak ada byarpet lagi dan investor berdatangan karena tidak pusing lagi pasokan listrik.
Soal listrik, rakyat Kaltim pasti setuju apapun yang ditempuh pemerintah agar mampu menyediakan pasokan setrum ke rumah-rumah. Sudah terlalu lama pemerintah tak fokus ke masalah ini, sehingga membuat rakyat menderita. Pertumbuhan ekonomi juga ikut tersendat, terutama industri, perumahan atau properti yang membutuhkan pasokan listrik agar laku dibeli konsumen.
Persoalannya, mengapa Gubernur Faroek memilih langkah utang sebagai jalan pintas mengatasi kelangkaan listrik? Seperti tidak ada lagi kemampuan mencari solusi yang lebih baik selain menggunakan manajemen utang. Sebab yang namanya utang, tetap saja buntut-buntutnya adalah membebani rakyat. Pertama, mengurangi ’jatah’ kredit untuk rakyat dari bank tersebut, karena dana yang dipinjam sudah melampaui limit bank yang boleh dipinjam. Kedua, kemungkinan PLN bakal menaikkan tarif dasar listrik yang membebani konsumen agar bisa membayar utang plus bunganya.
Langkah Faroek, sebenarnya tidak bisa dikatakan brilian. Ia mudah diterka, karena pada saat menjadi Bupati Kutai Timur, ia juga menempuh manajemen utang untuk membangun kawasan perkantoran Bukit Pelangi di Sengata. Faroek meminjam Rp270, 5 Miliar yang kemudian dilunasi dari APBD hingga beberapa tahun. Celakanya, zaman Faroek yang mengutang, tapi yang bayar adalah penggantinya sebagai bupati.
Nah, apakah Faroek juga akan mewarisi utang ketika berakhir masa jabatannya sebagai gubernur tahun 2013 nanti? Jawabannya sudah pasti, ya. Mengingat angka utang Rp2 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit dan pembayaran pengembaliannya juga dipastikan memakan tempo di atas 10 tahun.
Sejauh ini memang belum ada yang pasti bagaimana model pengelolaan uang pinjaman itu. Apakah langsung dipegang oleh PLN atau melibatkan pihak ketiga. Yang publik tahu, model kerjasama dengan PLN yang terjalin selama ini adalah investor memproduksi setrum dan PLN membelinya untuk disalurkan kepada konsumen.
Kalau masih memakai model tersebut berarti ada pihak ketiga yang menerima pinjaman sebesar Rp2 Triliun itu. Ayo kita intip siapa orang itu? **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar