PEKAN tadi saya berkunjung ke Kabupaten Paser. Perjalanan dari Kota Samarinda lumayan jauh – sekitar 260 Kilometer. Karena pakai mobil sendiri, nyetir sendiri, ditemani dua rekan kerja, perjalanan melintas tiga daerah Balikpapan – Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser, terasa enjoy saja.
Mulai Balikpapan saya merasakan romantisme politis. Seperti kita tahu, Balikpapan punya Imdaad Hamid – Rizal Effendi sebagai walikota dan wakilnya. Mereka adalah pasangan yang diusung oleh PDI Perjuangan pada Pilwali pertama pada 28 Maret 2006.
Walau PDI Perjuangan sebagai pemenang, saya tak merasakan ada yang berlebihan atau ephoria partai atas kemenangan itu. Misalnya di jaman Orba ketika Golkar berkuasa, nyaris warna kuning – warna partai - mendominasi wajah kota.
Begitu pula ketika kami tiba di Penajam Paser Utara. Kita semua tahu kalau di kabupaten itu Partai Golkar pada Pilbup 26 Mei 2008 berhasil menang mengusung Bupati Andi Harahap dan wakilnya Mustaqiem. Walau menang, Golkar di sana belum ’bergaya’ menguningkan kabupaten tersebut.
Yang agak beda adalah ketika kami memasuki wilayah di Kabupaten Paser. Daerah ujung Kaltim itu kini dikuasai oleh PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang pada Pilkada 29 Juni 2005, rakyatnya memilih pasangan Bupati dan wakil, Ridwan Suwidi – Hatta Garit.
Ada romantisme politik di kawasan yang terkenal dengan perkebunan sawit itu. Sejak memasuki desa-desa di kabupaten tersebut, nyaris semua fasilitas publik berwarna hijau. Masjid-masjid, mushola, gedung sekolah, jembatan besi, gedung instansi, dan lainnya, secara sengaja dicat dengan warna hijau yang identik dengan warna kebesaran PPP.
Saya cukup mengenal Ridwan Suwidi karena lebih 20 tahun ia menjadi anggota DPRD Kaltim di Samarinda. Ia termasuk politisi yang gigih ketika memperjuangkan anggaran untuk konstituennya di Kabupaten Pasir. Perjuangannya tidak pernah ’terbungkus’ agenda lain, apalagi untuk kepentingan pribadi. Maka, tidak terlalu mengejutkan lagi kalau akhirnya Ridwan yang waktu itu usianya sudah 70 tahun (sekarang 73 tahun) dipilih rakyat Kabupaten Pasir (sekarang bernama Paser) lewat pemilihan secara langsung.
Yang mengejutkan karena dijaman pemerintahannya justru keluar kebijakan menyeragamkan sarana-sarana publik itu dengan warna hijau. Pemkab Paser membungkusnya dengan program Hijau Berbunga Bersih Sehat (HBBS), yang diluncurkan sejak tahun 2007.
Ya, sebagian orang – barangkali - mengatakan apa arti sebuah warna. Tapi sebenarnya warna sudah menjadi simbol demokrasi, di mana rakyat yang multipartai, plural, menjadi kian terkotak-kotak dibuatnya. Ketika saya bertanya dengan sejumlah politisi, umumnya mereka seide tidak suka dengan keseragaman yang cendrung menguatkan PPP itu. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar