JELANG tutup tahun 2008, warga Kalimantan Timur dihadapkan pada asa baru yang original. Maklum, memasuki tahun 2009 daerah yang terkenal kaya sumber daya alam ini sudah punya seorang gubernur dan wakil yang baru pula. Yaitu Awang Faroek Ishak – Farid Wadjdy.
Harapan (asa) rakyat, so pasti ada perubahan. Rakyat yang hidupnya sudah mapan dan makmur, ingin bertahan dalam suasana aman dan tenang dan yang masih berada di garis kemiskinan ingin keluar dari penderitaan. ’Permainannya’ terasa amat sederhana.
Sebab hanya ada dua kelompok sosial yang menjadi fokus perhatian pemerintah yang baru. Teorinya, kelompok mapan dengan kemampuan kapitalnya didorong untuk menghidupkan pasar yang menyerap tenaga kerja, sedangkan kelompok sosial miskin didorong untuk punya semangat mandiri. Beres.
Tiap pemimpin pasti punya teori yang normatif seperti itu. Tinggal bagaimana terapannya. Apakah fokus terbesar menolong kelompok miskin atau kelompok mapan? Agar yang mapan semakin kaya dan pada akhirnya dapat berguna untuk mempertahankan kedigdayaan kekuasaan pada suksesi lima tahun mendatang.
Awang Faroek Ishak juga bukan anak kemarin sore untuk urusan pemerintahan yang mensejahterakan rakyat. Ia sudah malang melintang sangat jauh, mulai dari Unmul sebagai dosen, anggota DPR RI selama 10 tahun, Kabiro Bappedalda Kantor Gubernur, Bupati Kutai Timur dan sekarang Gubernur Kaltim.
Ia pernah mendapat julukan CEO (Chief Executive Office) alias pejabat eksekutif tertinggi untuk kepeloporannya membangun Kutai Timur. Julukan itu untuk menggambarkan bagaimana pemikiran sang Bupati yang konfrehensif dalam membangun. Yang menggerakkan sektor-sektor swasta agar daerahnya cepat maju.
Tapi embel-embel yang menghimungi seperti itu tidaklah begitu berguna lagi untuk membangkitkan rakyat Kaltim. Sebab dampak program masa lalu sudah menguras APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) untuk sektor perbaikan lingkungan. Bencana banjir, erosi yang memutus jalan-jalan provinsi dan kabupaten, dan pemanasan global yang mau tidak mau kian menyesakkan hidup kelompok sosial miskin.
Program mensawitkan hutan Kaltim juga bagian dari sumbangan pemanasan global. Begitu pula pertambangan batubara yang tidak mempedulikan reklamasi areal paska tambang. Selalu ada jalan di mana ada kemauan. Begitu kata Rizal Mallarangeng ketika mencoba menjadi calon Presiden RI. Gubernur Kaltim yang baru pun tak perlu pesimistis dengan situasi yang terlanjur hancur. Justru inilah saatnya berkarya, memberikan yang terbaik untuk rakyat Kaltim. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar