HAMPIR saja saya menulis; ‘selamat datang rel kereta api’, ketika Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak - di sela-sela Forum Ekonomi Islam Sedunia di Jakarta -- mengumumkan tertariknya investor asing menanamkan modalnya sekitar 900 juta dolar AS di sektor infrastruktur itu. Tapi begitu mengetahui kalau investor yang dimaksud berasal dari negeri padang Arafah, tepatnya dari Ras Al-Khaimah (RAK) Emirate, salah satu negara federasi Uni Emirat Arab, saya jadi tertegun bertanya-tanya; “apa iya?”
Menjelajah lebih dalam tentang kota asal calon investor itu di internet, jawaban yang muncul ternyata tidak menunjukkan kalau mereka ahli dalam perkeretapian. Bahkan mode transportasi utama di daerah yang berbatasan dengan Oman itu adalah mobil pribadi, taksi dan bus. Ada juga pelabuhan laut dan bandara, tapi tak disebut ada kereta api.
So, saya ingat lelucon yang dibawakan pelawak ‘Warkop’ jaman dulu, yakni tentang orang Arab menjual kain dengan tulisan di depan dagangannya; “dijamin tidak luntur”. Karena dalam bahasa Arab selalu dibaca terbalik dari belakang, maka maknanya adalah; “luntur tidak dijamin”.
Jangan-jangan investor orang-orang Arab itu justru tertarik ingin punya transportasi kereta api di negerinya, karena daerah mereka terhubung daratan dengan emirate lainnya seperti Dubai, Sharjah, Ajman, Umm Al Quwain dan Fujairah. Mereka jauh-jauh datang ke Indonesia untuk mengajak kerjasama membangun rel kereta api di negeri mereka.
Otak kiri saya berharap mimpi Gubernur Faroek agar terbangunnya rel kereta api dari dari Muara Wahau, Maloy, hingga Lubuk Tutung Kutai Timur sejauh 200 Kilometer bisa terealisasi, tapi otak kanan saya menganalisa; “kok kayanya nggak masuk akal sehat”.
Selain orang-orang Arab tak cakap membangun rel kereta api, keraguan muncul karena saat ini nyaris tak ada investor di belahan dunia ini yang mau menginvestasikan uangnya di luar negeri. Krisis global telah membuat para investor berjaga-jaga agar modalnya tidak makin mengecil akibat aktifitas ekonomi dunia yang gonjang-ganjing.
Menurut berita-berita tentang negeri Arab, dalam empat bulan terakhir krisis finansial dunia Arab telah merugi sangat besar. Bahkan 60 persen proyek pembangunan terpaksa ditunda dan dibatalkan.
Di warung-warung kopi yang ada di Samarinda, obrolan tentang keberhasilan Gubernur Faroek meneken naskah kerjasama dengan investor Arab pun jadi bahan lelucon. “Wah, kita dibunguli (dibohongi-red) Arab”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar