Tanggal
30 Juni 2010, Rita bersama HM Ghufron Yusup dilantik menjadi bupati dan
Wakil Bupati Kutai Kartanegara. Ada tiga
isu yang mesti diberesi pasangan ini, yang pertama soal pemerintahan bersih
(clean governance), karena birokrat dan
politisi daerah itu sudah cemar dengan kasus korupsi. Puluhan pejabatnya,
dimulai dari bupati sebelumnya, Syaukani HR, yang juga ayahanda Rita, masuk penjara karena
kasus korupsi.
Persoalan
kedua, memberesi tambang batubara yang ruwet dengan tumpang tindih izin lahan
dan juga pemberian izin yang kolutif. Banyak ‘tangan-tangan’ besar yang
terlibat dalam izin-izin tambang tersebut, seperti adanya oknum-oknum jenderal.
Belum
lagi tuntutan masyarakat yang menginginkan pemekaran seperti di Kutai Pantai
dan Kutai Hulu. Pemekaran yang dilematis, karena bakal terlepasnya
daerah-daerah penghasil minyak dan gas yang beroperasi di sebelah pantai,
sementara ibu kota Tenggarong dan daerah
sebelah hulu belum punya sumber pendapatan daerah.
Saat
semua itu sedang ditata, tiba-tiba cobaan itu datang satu per satu. Ada tiga
masalah yang mengusik sampai-sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
dibuat repot.
Peristiwa
terakhir adalah ambruknya jembatan yang
menjadi kebanggaan masyarakat eks kerajaan Mulawarman dan Kutai KartanegaraIng
Martadipura itu. SBY sampai mengadakan
rapat kabinet terbatas secara mendadak, di sela-sela resepsi pernikahan anaknya
Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dengan Aliya
Rajasa.
Dua peristiwa
sebelumnya menyangkut pembantaian satwa dilindungi orangutan di Desa Puan Cepak
Muara Kaman Kukar dan vonis bebas atas 15 anggota DPRD Kukar dari sidang
korupsi di pengadilan Tipikor Samarinda.
Kasus pembantaian
orangutan sepertinya tak begitu mengusik pemerintahan Rita Widyasari. Tetapi
sesungguhnya kasus itu memberikan gambaran bagaimana pemerintah tidak bisa
memberikan perlindungan terhadap ‘rumah-rumah’ mahluk Tuhan yang dilindungi itu. Pukulan telak datang
dari dunia internasional, yang datangnya mirip gelombang ombak menyentuh
kebijakan SBY sampai pemerintah tingkat kabupaten, kecamatan dan pemerintah
desa. Di mata internasional, Pemerintah
Indonesia tidak dapat memberikan
perlindungan hukum. Lebih ngeri lagi kita masih dicap sebagai bangsa barbar.
Kasus ketiga yang
buntutnya menekan Kutai Kartanegara adalah bebasnya 15 anggota DPRD Kukar yang
didakwa melakukan korupsi oleh Pengadilan Tipikor di Samarinda. Kasus ini
menjadi sorotan nasional sampai adanya wacana membubarkan pengadilan Tipikor di
seluruh Indonesia.
Memang kasusnya
tak menjadi tanggungjawab Bupati Rita Widyasari, tetapi opini yang berkembang
menempatkan posisi good governance yang sedang diperjuangkan jadi melemah lagi.
Sudah menjadi opini seakan-akan pembebasan itu karena ada suap dari anggota
DPRD Kukar.
“Saya stress,” kata Rita. Tapi semua itu tak
sampai membuatnya jatuh sakit. Kini, kosentrasinya cuma satu; membangun lagi
jembatan yang ambruk itu. #
==
====================================================================
Runtuhnya Jembatan Kaning
Jembatan simbol kemegahan
Kabupaten Kutai Kartanegara yang dioperasikan sejak dimulainya otonomi daerah
tahun 2001, ambruk, hanya dalam hitungan 30 detik.
Ch Siahaan, Hardin, Ibnu
Arifuddin
Sore hari itu, Sabtu 26 November
2011, langit yang terik mulai berganti lembut. Seorang lelaki, M Iskandar
bersama istrinya, Ema dan juga anaknya yang berusia 5 tahun, Cinta, memilih
mengisi waktu weekend ke Samarinda.
Mereka mengunjungi pusat perbelanjaan Mal Lembuswana.
Sepulangnya, Iskandar yang akrab
dipanggil kondoy, memacu pelan sepeda
motornya pulang ke Tenggarong. Mereka bertiga menikmati cerahnya hari , sampai
akhirnya memasuki jembatan megah yang dulu – dizaman Syaukani menjadi bupati -
dinamakan jembatan Gerbang Dayaku.
Tidak ada firasat apa-apa. Semua
mengalir dalam keceriaan ketika musibah itu datang. Jembatan yang nampak kokoh
ambruk seketika. Tercebur ke Sungai Mahakam yang dalamnya sekitar 40 meter.
Iskandar yang bekerja sebagai
manager umum surat kabar harian Koran Kaltim terlempar bersama motornya. Istri
dan anaknya juga terpisah. Dalam kekalutan dan shok berat, Iskandar yang
mengenakan helm masih sempat menolong istrinya. Membantu memapahnya agar
berpegangan di besi-besi jembatan yang telah menyentuh air sungai.
Iskandar yang panik tidak melihat
tubuh anaknya, memutuskan untuk menyelam. Mencari dan mencari buah hatinya. Ia
tidak peduli dengan arus deras di dasar sungai, ia tak sempat berpikir bahwa
jembatan yang runtuh di dalam air masih bergerak labil menuju dasar sungai. Semua demi Cinta, si buah hati.
Sang Maha Kuasa berkehendak lain,
penggemar warna orange itu tidak muncul-muncul lagi ke permukaan. Istrinya
berhasil diselamatkan sebuah perahu yang segera datang memberikan pertolongan.
Iskandar dan anaknya, hilang. Sampai akhirnya pada hari Minggu malam, sekitar
pukul 21.15 Wita, jasad lelaki itu ditemukan mengapung di Sungai Mahakam.
Sedang jasad anaknya belum ditemukan.
Kisah Iskandar bersama Ema istrinya dan Cinta
anaknya, merupakan potongan cerita-cerita pilu para korban ambruknya jembatan.
Diduga, masih ada lebih 30 korban yang terperangkap di dasar sungai, bersama
mobil dan motor yang mereka tumpangi
saat di atas jembatan.
Kawasan wisata di seberang Pulau
Kumala yang penuh bunga itu kini jadi raungan isak tangis sanak keluarga korban.
Warga sekitar yang mendengar suara gemuruh langsung berdatangan.
“Allahuakbar..,” ucap Ruyi, warga di Desa Perjiwa Tenggarong Seberang. Hanya
dalam waktu 30 detik, jembatan yang kerap disebut sebagai jembatan Syaukani itu
lenyap dari pandangan mata. Mengubahnya menjadi sebuah kata; noltalgia.
Tak dapat dipungkiri walaupun
perencanaan pembangunan jembatan itu sudah dimulai sejak era Bupati HAM
Sulaiman (1995-2000), tapi penyelesaiannya setelah Bupati Syaukani menjabat
(2000-2005). Pekerjaan proyek jembatan sepanjang 700 meter dilaksanakan oleh
sebuah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) PT Hutama Karya dengan menggandeng
beberapa kontraktor lainnya.
Masyarakat Tenggarong lebih suka
menyebut “jembatan Kaning”. Sebutan ‘kaning’ itu adalah nama akrab Syaukani HR.
Belum ada data terang berapa anggaran membangun jembatan yang diinspirasi dari
Golden Gate San Fransisco Amerika Serikat itu. Ada yang menyebut Rp150 miliar,
tapi ada juga Rp980 miliar.
Suara gemuruh ambruknya jembatan
megah itu segera menggema ke seantero negeri. Rita Widyasari, Bupati Kukar yang
berada dalam mobil menuju tempat pernikahan Baskoro Yudhoyono - Aliya Radjasa di JCC (Jakarta Convention
Center) Senayan, mengaku menerima kabar dari sebuah SMS yang masuk ke
handphonenya. “Massyaallah, jembatanku,” ucap Rita, lirih.
Spontan ia memutuskan tak jadi
menghadiri pernikahan putra Presiden SBY dengan putri Menko Perekonomian Hatta
Radjasa. Tubuhnya tersandar di jok mobil, pikirannya dipenuhi beragam
pertanyaan; ada apa lagi dengan Kutai Kartanegara.
Di antara sesaknya nafas, Rita
meminta kepada sopir membelokkan arah menuju Bandara Soekarno Hatta. Putri
kedua Syaukani itu ingin segera terbang sampai di jembatan yang sehari-hari
telah menjadi sarana vital perekomian itu.
Dari dalam mobil ia segera
melakukan koordinasi dengan para stafnya yang berada di Tenggarong. Dari
ujung telepon genggamnya, suara Rita
terasa berat tidak seperti biasanya. Perempuan yang masa mudanya aktif sebagai
model ini meminta stafnya menyiapkan apa
saja yang diperlukan untuk kelancaran evakuasi korban.
Di dalam Jakarta Convention
Center, resepsi pernikahan Ibas-Aliya sedang berlangsung. Sejumlah petinggi
negara memberikan ucapan selamat dengan sumringah. Presiden SBY dan istrinya,
Ani, membalas ucapan itu dengan suka cita. Sampai pada suatu titik – sekitar 30
menit setelah tragedy jatuhnya jembatan Mahakam, Menteri Sekretaris Negara Sudi
Silalahi terpaksa membawa kabar buruk itu.
Senyum lebar SBY pun terhenti.
Hanya dalam hitungan menit, SBY beranjak menuju ruangan khusus. Memanggil
sejumlah menterinya. Rapat kabinet darurat.
Keputusannya, sore itu juga
Menteri PU (Pekerjaan Umum) Djoko Kirmanto dan Menko Kesra Agung Laksono
berangkat ke Tenggarong. Kemudian esoknya disusul Menteri Kesehatan Endang
Rahayu Setyaningsih.
Djoko Kirmanto dan Agung Laksono
juga segera berangkat ke Bandara Soekarno Hatta. Di sana akhirnya bertemua
dengan Rita. “Saya satu pesawat dengan Pak Menteri,” cerita Rita kepada
Bmagazine.
Malam itu juga, sekitar jam 21.00
Wib, pesawat menuju Sepinggan Balikpapan. Rombongan Menteri dan juga Bupati
Rita Widyasari tanpa membuang waktu langsung menempuh jalan darat ke tempat
kejadian perkara (TKP). Lewat dini hari rombongan baru tiba. Rita cuma mampu
tertegun. Diam. #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar