Oleh: Charles Siahaan
PUBLIK banyak yang terkejut ketika Awang Faroek Ishak dan timnya mengadukan sekelompok demonstran ke Polda Kaltim. Alasan pengaduan; AFI merasa tercemarkan namanya karena didemo dan disebut-sebut sebagai tersangka korupsi. Padahal, statusnya belum sebagai tersangka dan Kejaksaan Agung masih dalam tahap penyelidikan dugaan korupsi pada proyek pembangunan kawasan perkantoran Bukit Pelangi.
Persoalannya, mengapa harus merasa terganggu kalau si pejabat tidak melakukan korupsi seperti dituduhkan? Mengapa memancing kontraversi dengan mengadukan para demonstran ke polisi agar ditangkapi dan diproses hukum?
Demokrasi adalah alat politik. Itu artinya, ulah para demonstran yang sedang menjalankan prinsip demokrasi berada di dalam ranah politik pula. Demonstrasi bukan ranah hukum, walaupun akhirnya demonstrasi yang kebablasan bisa menyeret pelakunya masuk penjara.
Gerakan yang ditempuh para demonstran merupakan bagian dari proses demokrasi untuk memlih calon pemimpin Kaltim 5 tahun mendatang. Semua calon gubernur patut diuji, karena rakyat harus mendapatkan pemimpin terbaik sesuai pilihan mereka.
Politisi yang terkena hujat rakyat, tak semestinya memberikan reaksi berlebihan dengan mangadukan rakyat ke polisi agar masuk penjara. Sebab rakyat adalah bagian utama yang menentukan langkah politik para politisi menuju kursi kekuasaan.
Setiap politisi patut menyadari bahwa rakyat saat ini menaruh harapan yang besar agar pemimpin sebuah provinsi benar-benar figur yang tidak tercela. Dia harus siap lahir dan bathin ketika ada yang berupaya menggali sisi terdalam dalam kepribadiannya. Tidak ada yang perlu disalahkan. Bahkan para kandidat tidak perlu harus berkilah bahwa itu adalah bagian pembusukan karakter. Sebab kalau memang tidak busuk, maka ’barang’ yang bagus tidak akan mudah busuk. Tetapi sebaliknya; ’barang’ yang busuk, walau disembunyikan sejauh mungkin maka akan tercium juga baunya. Ayo bangkit!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar