Oleh: Charles Siahaan
Seorang teman dengan antusias bercerita tentang bagaimana ia membangun partai. Duit, waktu dan perhatian terhadap keluarga menjadi berkurang karena seringnya menghadiri rapat-rapat partai sampai malam hari. Apalagi, partai yang dipimpinnya adalah baru.
“Waktu kami buka pendaftaran menjadi calon legislatif, wah luar biasa yang mendaftar,” ujar teman tadi. Digambarkannya sejumlah tokoh yang selama ini aktif di Parpol-parpol terkenal ikut masuk ke parpol baru itu.
Di era pemberantasan korupsi yang begitu keras – dengan ditangkapnya sejumlah politisi di negeri ini – ternyata lowongan pekerjaan menjadi politisi masih sangat diminati. Tidak sedikit para pengusaha, guru, dosen dan aktivis yang ingin beralih kerja dengan terjun langsung menjadi pekerja politik. Kebetulan, pendaftaran sedang dibuka karena ada 34 partai politik yang sedang mencari kandidat anggota DPRD pada Pemilu 2009 nanti.
Ada sejumlah alasan mengapa seseorang memilih bekerja politik. Salah satu yang paling paten adalah ingin mengabdikan diri kepada negara, rakyat. Ingin berbuat bagi negeri agar rakyat mendapat kesejahteraan, pendidikan memadai dan hidup makmur. Amin.
Begitu tinggi dan mulia pekerjaan seorang politisi, sehingga muncul pertanyaan apakah seorang pedagang bakso, buruh bangunan, pegawai perusahaan swasta, wartawan, merupakan pekerjaan mulia juga?
Tentu banyak yang setuju ada tingkatan kemuliaan yang lebih sehingga mengapa banyak yang memilih menjadi politisi. Sebab pekerjaan itu mendekatkan seseorang dengan kekuasaan. Dalam bahasa sehari-hari membuat seseorang berada di lingkaran tingkat atas, jetset, dlsb.
Lantaran berada di lingkaran kekuasaan, maka risiko pun semakin besar. Kekerasan dunia politik membuat seseorang dengan mudah melejit, tapi bisa dengan mudah terpeleset dan jatuh ke jurang. Lebih mengerikan lagi kalau pada akhirnya berbuntut pada tindakan penyalahgunaan wewenang yang masuk katagori korupsi. ”Kalau pengusaha menyalahgunakan wewenang tidak terkena kasus korupsi. Tapi kalau politisi yang menjadi pejabat negara, bisa ditangkap korupsi,” ujar teman tadi.
Karena bayangan kenyamanan dan kekerasan dunia politik itu, kini tidak semua para ketua partai mau mengejar posisi sebagai anggota DPRD atau bupati/walikota dan gubernur. Mereka lebih aman berada di jalur swasta, tapi tetap punya akses dan jaringan politik untuk menguatkan posisinya.
Ya, jaman sudah berubah, kini lowongan politisi tak harus memaksa seseorang masuk lebih dalam. Banyak diantara ketua partai kini mengabdi di partai saja tanpa harus memasuki jabatan publik di pemerintahan. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar