Riak di internal pun sudah mulai muncul ke permukaan. Apalagi dengan rencana masuknya Syaukani HR yang masih berada di dalam penjara mengikuti konvensi. Ketua DPD Partai Golkar Kaltim itu masih ngotot bisa ikut tahapan pemilihan calon gubernur tersebut.
Tentu saja sikap ngotot Syaukani membuat peta politik di internal Golkar menjadi penuh teka-teki. Apa gerang maksud Pak Kaning – nama panggilan Syaukani? Sebab bukankah hampir bisa dipastikan ia tak bisa (hadir) mengikuti semua tahapan konvensi? Bukankah proses hukumnya masih panjang, karena misalnya pun ia mendapat hukuman bebas dari banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, pasti masih ada upaya Jaksa untuk kasasi ke Mahkamah Agung? Apalagi Syaukani oleh Pengadilan Tipikor sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dan dihukum 2,5 tahun penjara.
Kekuatan Syaukani memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab ia masih mengantongi dukungan dari 12 DPD Golkar kabupaten / kota se-Kaltim ditambah lagi dari DPD Golkar Kaltim sendiri. Kalau pada konvensi berlaku aturan voting blok di mana porsinya adalah DPD Kabupaten / kota 30 persen, DPD Kaltim 20 persen, maka otomatis Syaukani sudah punya suara 50 persen. Sedangkan 50 persen lainnya, yakni organisasi sayap Golkar Kaltim 10 persen dan DPP 40 persen, masih tidak bisa ditebak.
Lantaran sistim voting blok ini tak terelakkan memunculkan kubu-kubu di internal yang dalam istilah politik disebut faksi. Walau sudah ada kabupaten / kota yang pesimis dengan skenario Syaukani, tapi tak bisa keluar dari ‘blok’. Begitu pula di tubuh sayap dan DPD Golkar Kaltim di mana di dalamnya terdapat begitu banyak personal.
Golkar selalu punya sisi menarik dalam pergolakan internalnya. Karena banyaknya rambu-rambu dalam organisasi, maka memungkinkan banyak asumsi dan beda pendapat. Misalnya menyangkut pengusungan Syaukani oleh DPD kabupaten / kota dan Kaltim. Karena diusung lewat Rapimda, maka kalaupun ingin dicabut harus pula dilakukan bersama-sama dalam forum yang setara.
Tanda-tanda pembangkangan sebenarnya sudah muncul dengan diambilnya formulir mengikuti konvensi. Misalnya DPD Golkar Tarakan yang berniat mencalonkan Jusuf SK dan Sofyan Hasdam yang bakal maju sendiri. Konon, Jusuf SK sudah mengantongi dukungan dari 9 DPD kabupaten / kota se-Kaltim. Kalaupun klaim itu benar, setidaknya sudah 9 DPD yang tidak percaya lagi dengan Syaukani.
Maju atau tidaknya Syaukani menjadi batu sandungan dalam konvensi. Sebab – mestinya – Syaukani tinggal disyahkan untuk menjadi calon tunggal Partai Golkar karena telah dipilih lewat Rapimda. Kalau Syaukani masih ngotot ikut konvensi, menimbulkan pertanyaan; permainan apa lagi ini?*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar