menulis bebas I politik oke I Ekonomi I entertainmen I sport I suami 1 istri I babenya 3 anak I Samarinda I Jakarta
Sabtu, 06 Maret 2010
Global
Pada penghujung tahun 2009 kita dihadapi dua peristiwa global. Pertama adalah kesepakatan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim di Kopenhagen Denmark. Dan kedua segera dimulainya era pasar bebas ASEAN-Cina pada 1 Januari 2010.
Di Kopenhagen, terjadi tarik menarik dari 192 negara yang terlibat sebagai peserta. Yakni bagaimana meminimalisir perubahan iklim. Ada tiga agenda yang dibahas. Pertama target untuk mengurangi emisi gas kaca (GHGs). Kedua bantuan dana untuk mitigasi perubahan iklim bagi negara berkembang, dan ketiga skema penjualan karbon ditujukan untuk mengakhiri pengrusakan hutan pada tahun 2030.
Sementara soal pasar bebas, di Indonesia juga mulai muncul kegelisahan. Ada yang memprediksi industri kita banyak yang gulung tikar dan dampaknya pengangguran bertambah.
Ini adalah tanda-tanda ‘kemajuan’ zaman yang tak terhindarkan. Manusia di kutub, di garis khatulistiwa menerima risiko yang sama kalau suhu bumi ini semakin naik temperaturnya. Begitu pula dalam perdagangan, tak bisa lagi menghalangi barang Cina masuk ke negeri ini. Walaupun mungkin mutunya rendah dan tergolong rongsokan.
Pertanyaannya; bagaimana kita bersikap? Apa pula yang perlu dilakukan pemerintah ketika menyusun program kerjanya, tiap tahun? Adakah mereka ikut mengantisipasi kesepakatan global ini?
Mau tidak mau, rakyat memang dipaksa untuk mematuhi ‘kesepakatan-kesepakatan’ global itu. Walaupun ‘kesepakatan’ kemungkinan dihasilkan secara tidak adil, karena umumnya masih didominasi keinginan negara-negara maju. Contoh kasus, negara seperti AS memilih untuk mengeluarkan uangnya agar negara-negara berkembang seperti Indonesia mempertahankan hutannya. Mereka memilih menggelontorkan uang dari pada mengurangi penggunaan energi yang menghasil karbon.
Begitu pula dalam hal pasar bebas yang biasanya dimenangkan oleh para pemodal kuat. Mereka yang memiliki kemampuan untuk menguasai pasar, sehingga menindas pengusaha kecil yang terbatas modal.
Kalimantan Timur jelas punya peran dalam ‘memainkan’ suhu bumi dan menerima dampak ketika pasar bebas dimulai. Karena daerah seluas 245.237,80 km2 itu sebagian besarnya ada hutan. Kalau kebijakan pemerintah mendorong pembabatan hutan, dengan dalih apapun, sudah pasti membahayakan perubahan iklim. **
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar