TIDAK terduga krisis global yang dimulai dari Negeri Paman Sam, merembet sampai Kalimantan Timur. Apa Anda tidak percaya?
Begini ceritanya. Sudah lebih dua pekan, gonjang-ganjing krisis global mempengaruhi bursa saham di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia yang ternyata cukup fatal menimpa perusahaan yang dipegang keluarga besar Aburizal Bakrie. Saat ini Grup Bakrie yang salah satunya memegang saham di PT Bumi Resoruces Tbk (BUMI), gelisah karena harus menutupi utang-utangnya. Jumlahnya mencapai angka US$ 1,192 miliar dan Rp 510,81 miliar, dengan tingkat suku bunga 8,5 persen sampai 20,75 persen.
Di Majalah Tempo disebutkan, seluruh pinjaman Bakrie Grup didapat dari serangkaian aksi gadai saham anak usaha Bakrie sepanjang April hingga September. Nilai kolateral saham yang dijaminkan menembus US$ 6 miliar. Tapi kini nilainya susut tinggal US$ 1,35 miliar. Nilai saham yang merosot hingga di bawah perjanjian gadai membuat Bakrie harus menutup kekurangannya.
Intinya, keluarga Bakrie lagi jatuh. Bahkan Nirwan Dermawan Bakrie sudah merelakan kalau akhirnya BUMI yang menjadi aset terbaiknya, berpindah tangan.
Nah, kalau BUMI berpindah tangan berarti PT Kaltim Prima Coal yang ada di Sengata Kaltim juga bakal punya pemilik baru alias manajemen baru. Sebab KPC saat ini adalah primadona usaha BUMI. Kalau pada akhirnya yang masuk membeli adalah pihak asing, itu artinya PT KPC kembali menjadi milik perusahaan asing seperti ketika dikelola oleh Rio Tinto Indonesia bersama BP (British Petroleum).
Pertanyaan muncul; bagaimana nasib gugatan divestasi 51 persen saham di lembaga arbitrase internasional yang dilancarkan pengacara Didi Darmawan bersama Pemerintah Kutai Timur? Bagaimana pula nasib konpensasi pencabutan perkara sebesar Rp 300 Miliar yang rencananya diberikan manajemen BUMI kepada Kaltim?
Rencananya, karena Pemprov telah mencabut surat kuasa kepada pengacara Didi Darmawan, maka BUMI memberikan Rp250 Miliar untuk APBD Pemprov Kaltim dan Rp50 Miliar untuk membantu organisasi nirlaba di daerah ini.
Dari posisi keuangan BUMI yang sekarang ini, rasanya sulit untuk memenuhi ’komitmen’ yang pernah tercetus. Bahkan kemuingkinan sangat sulit untuk mengalokasikan dana CSR (corporate social responsilibity) sebesar Rp50 Miliar per tahun seperti yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Akan sulit pula memenuhi keinginan membangun kampus Stiper di Sengata Kaltim.
Sebagai bagian dari rakyat Kaltim, tentu kita prihatin dengan persoalan yang dialami keluarga Bakrie. Sebab apapun ’kelakuan’ yang pernah mereka buat – mulai soal divestasi saham PT KPC sampai soal rencana pipanisasi gas Bontang-Semarang, grup ini adalah bagian pengusaha nasional. Kita lebih bangga sumber daya alam Kaltim dikelola pengusaha nasional, dari pada jatuh ke pengusaha asing. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar