Saya tidak habis mengerti; apa yang sedang dipikirkan para
petinggi di Kalimantan Timur? Gubernur, anggota DPRD , dan semua pejabat
pemerintah kabupaten / kota, seperti sudah terkonstruksi daya nalarnya, dengan mendewakan
para investor. Tak sekedar diundang, tapi juga dirayu, diberikan kemudahan
sampai disubsidi pemerintah untuk urusan lahan.
Sekilas, terasa begitu hebat. Investor dari negeri-negeri
kaya di Uni Emirat Arab seperti Ras Al Khaimah, China, India dan Rusia, berdatangan menambah urutan para
pemodal asing yang lebih dulu masuk ke Kaltim. Sebutlah Korea Selatan, Jepang,
Inggris, Malaysia, Perancis dan Amerika.
Kehadiran investor sebanyak-banyaknya, seolah menjadi jalan keluar Kalimantan Timur dari keterpurukan. Bakal menghidupkan ekonomi masyarakat dan demikian mengurangi angka kemiskinan.
Secara teori, itu sudah benar. Sayangnya, yang luput dipertimbangkan bahwa para investor yang masuk ke Kaltim umumnya adalah pelaku usaha yang menginginkan isi perut bumi. Tambang minyak dan gas, batubara, emas, bauksit dan sebagainya. Sebelumnya investasi di Kaltim karena ingin kayu dari hutan yang masih perawan.
Investasi disektor pertambangan seringkali menjadi sumber kecemburuan. Karena tidak sesuai antara keuntungan pengusaha dengan serapan jumlah tenaga kerja. Misalnya begini; untuk dapat membukukan PDRB (produk domestik regional bruto) Kaltim tahun 2011 lalu Rp390 triliun, ternyata angka penganggurannya mencapai 10 persen (data BPS) dari jumlah penduduk 3,5 juta jiwa.
Bandingkan dengan Riau yang juga mendapat julukan sama dengan Kaltim sebagai daerah kaya SDA (Sumber Daya Alam). Di Riau berpenduduk 5,53 juta jiwa, PDRB 2010 mencapai Rp342,69 triliun, tapi angka penganggurannya 5,32 persen.
Singkat cerita, inilah fakta-fakta di mana para pengusaha besar berpesta mengeruk SDA Kaltim, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja (pro job). Jenis investasi padat modal, ada juga tinggi teknologi, menggiurkan pasar saham, tapi menyerap tenaga kerja yang sedikit. Akibatnya bisa diketahui. Uang hasil penjualan SDA oleh investor hanya berputar di lingkaran atas. Menyesaki brankas bank-bank internasional dan hanya ‘menetes’ sedikit ke Kaltim.
Kalau akhirnya pada 2011 lalu, pertumbuhan ekonomi Kaltim berdasar data BPS hanya 3,93 persen, inilah pukulan telak bagi pemerintahan Awang Faroek Ishak yang sangat mendewakan investor. Kebijakan ekonomi seorang gubernur yang tidak berkonsep matang. Pembangunan jalan tol, pelabuhan Maloy dan semua yang serba wah, faktanya tak mengangkat pertumbuhan ekonomi daerah ini. Bahkan pertumbuhannya terendah di seluruh Kalimantan. Simak; Kalteng 6,74 %, Kalsel 6,12 % dan Kalbar 5,94%.
Saya berpikir, para pemimpin di Kaltim bukan orang bodoh. Mereka juga menganalisa situasi yang terjadi. Naluri mereka mungkin ikut berontak, tapi tangan mereka tak bisa menolak mengeluarkan izin-izin. Mereka terpaksa ikut agenda ‘menjual’ Kaltim kepada investor. Mencari-cari alasan pembenar bahwa investasi sangat membantu rakyat ekonomi daerah ini.#