Klop sudah. Pemerintah pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat
sepakat mengubah asumsi defisit anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 menjadi 2,35 persen dari produk
domestik bruto (PDB). Defisit tersebut melebar dari target awal APBN 2016 sebesar 2,15 persen.
Dampaknya, Pemerintah akan menyesuaikan jumlah penerimaan
dan belanja agar selaras dengan asumsi tersebut. Itu berarti, tahun 2016
anggaran untuk pusat sampai ke daerah seperti Kaltim tak mungkin dipenuhi
sesuai dengan perencanaan APBD.
Singkat cerita, seluruh pemerintahan level provinsi,
kabupaten dan kota harus mengkoreksi APBD-nya sesuai kemampuan keuangan dari
pemerintah pusat. Defisit sekitar Rp50 triliun yang diasumsikan pemerintah
pusat, mau tidak mau terdistribusi juga sampai ke daerah-daerah.
Pemerintah Provinsi bersama 10 pemerintah kabupaten dan kota
termasuk yang terkena imbas. Sudah sejak memasuki tahun anggaran 2016, posisi
keuangan mengalami kekurangan. Bahkan membuat pemerintah berhutang pada pihak
ketiga.
Jalan mudahnya untuk mengatasinya adalah memangkas anggaran
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Untuk Pemprov Kaltim saja diperkirakan
APBD tahun 2016 harus dipangkas sebesar 35 persen. Belanja riil Pemprov Kaltim
tahun 2016 saja ditaksir berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086
triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi
lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya tinggal
Rp5,986 triliun.
Itu Pemprov Kaltim. Pemkot Samarinda memastikan tidak ada
proyek baru selama tahun 2016. APBD dihabiskan untuk membayar hutang proyek
yang belum terbayar kepada kontraktor. Defisit anggarannya mencapai Rp1
triliun.
Cilakanya, walau sudah pasti APBD semua level pemerintahan
berkurang, perilaku belanja para pejabat tidak berkurang. Gubernur Kaltim Awang
Faroek Ishak misalnya, tak riskan bepergian ke Moskow Rusia dengan membawa
rombongan besar dari Kaltim. Padahal, itu adalah keberangkatan ketiga kali.
Di daerah lain, Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari juga
tak punya empati dengan kesulitan yang dialami warganya. Rita selama bulan
ramadan misalnya, memasang iklan di televisi nasional Metro TV setiap hari.
Isinya hanya sekedar ucapan selamat berbuka puasa. Tapi dipastikan untuk tampil
'pencitraan' di televisi nasional seperti itu menghabiskan miliaran rupiah.
Perilaku para anggota DPRD di masing-masing daerah juga tak
berubah. Sesuai rencana yang telah mereka susun, reses-reses dan studi banding
ke luar kota tidak direvisi. Hampir disemua kabupaten/kota dan juga provinsi,
meski APBD mengalami masa kritis, tapi anggaran para legislator tidak boleh
dikurangi.
Di Kaltim, Gubernur, para bupati dan wali kota juga seolah
pasrah. Tidak muncul kreatifitas agar berkurangnya pendapatan di APBD ditutupi
dengan produksi daerah. Di kantor-kantor pemerintahan yang terdengar adalah
keluhan para pegawai tentang berkurangnya kegiatan karena berkurangnya
drastisnya proyek.
Padahal, pada posisi defisit begini semestinya pemerintah
putar otak, mencari strategi agar arah anggaran diperketat untuk hal-hal yang
membuat produksi masyarakat meningkat. Misalnya dengan menggerakkan sektor
swasta yang terbukti tahan dalam badai krisis apapun.
Tapi, kata seorang pengusaha di Samarinda, pemerintah
seperti tidak punya gairah. Bahkan sedikit sekali pertemuan dengan para
pengusaha untuk membahas masalah perekenomian daerah mereka. #
======================================================================
Hmm, Belanja Terkoreksi 35 %
Situasi krisis global sudah terjadi sejak 2014 silam dan berdampak pada
penerimaan negara. Semua provinsi mengalami defisit, termasuk Kaltim yang
kedodoran sebesar Rp3 trilun.
Tanda-tanda APBD Kalimantan Timur itu defisit sudah muncul sejak
2015 lalu. Waktu itu RAPBD Kaltim tahun 2016 setelah melewati masa pembahasan
yang panjang mestinya ditetapkan 16 November 2015, sebesar Rp10,903 triliun.
Tapi apa yang terjadi, belum sempat disahkan menjadi Perda APBD
Kaltim Tahun Anggaran 2016, sudah harus dikoreksi. Bukan sekali, tapi
berkali-kali. Sampai akhirnya pendapatan APBD hanya sekitar Rp7,086 triliun.
Pemerintah Pusat sudah memberi aba-aba tidak tercapainya
target pendapatan pajak dan pengaruh krisis ekonomi global. Karena pendapatan
pemerintah pusat berkurang, dampaknya terjadi para berkurangnya transfer ke
provinsi, kabupaten dan kota.
Akibatnya, di penghujung 2015 lalu itu, seluruh SKPD (Satuan
Kerja Perangkat Daerah) diminta TPAD (Tim Panitia Anggaran Daerah) Provinsi
Kaltim untuk memangkas sejumlah kegiatan. Tidak tanggung-tanggung,
pengurangannya mencapai 35 persen.
“Ini kami di Bappeda
bersama TPAD, mencermati kegiatan yang yang mau diambangkan pelaksanaannya,
atau ditunda ke tahun depan. Hanya kegiatan yang mendesak dan penting saja bisa
diakomodir,” kata Sekretaris DPRD Kaltim, H Achmadi.
Hal senada juga dikatakan Kepala Badan Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintah Desa Setprov Kaltim, HM Jauhar Effendi. “Daftar
kegiatan dikoreksi, lebih dari sepertiga anggaran dapat dikatakan tak tersedia
uangnya karena anggaran defisit,” katanya.
Menurut keduanya, daftar kegiatan baru setelah anggaran
dipotong 35 persen disiapkan sampai awal Januari 2016 dan diserahkan ke TPAD.
Daftar kegiatan baru itulah yang jadi kegiatan utama dan tersedia dananya.
Dikatakan Achmadi, Sekretariat DPRD Kaltim di tahun 2015
mendapat anggaran Rp65 miliar. Dalam APBD 2016 diakomodir Rp90 miliar. Tapi
sehubungan anggaran defisit, maka dipotong 35 persen. “Anggaran bersih dijamin
uangnya tinggal Rp58 miliar saja,” terangnya.
Pemangkasan anggaran yang konsekuensinya sejumlah kegiatan
harus dibatalkan, kata Achmadi, belum bisa diputuskannya sendiri karena harus
dilaporkan dan konsultasikan ke ketua DPRD Kaltim.
“Saya harus mengkonsultasikan
ke Pak Ketua (HM Syahrun HS), kegiatan mana yang dibatalkan pelaksanaannya,”
ucapnya.
Akibat pemangkasan anggaran 35 persen tersebut, maka belanja
riil Pemprov Kaltim tahun 2016 berkurang Rp3,816 triliun, atau tinggal Rp7,086
triliun. Setelah dikurangi belanja pegawai yang tidak bisa lagi dirasionalisasi
lebih kurang Rp1,1 triliun, maka sisa anggaran untuk pengeluaran lainnya
tinggal Rp5,986 triliun.
Pengeluaran terbesar Pemprov Kaltim selama ini adalah untuk
pos bantuan keuangan ke sembilan kabupaten/kota se-Kaltim, dimana jumlahnya
berkisar hampir Rp2 triliun tiap tahunnya. Kalau bantuan keuangan ini juga
dipangkas 35 persen, maka riilnya nanti bantuan keuangan tahun 2016 hanya bisa
RpRp1,4 triliun untuk sembilan kabupaten/kota.
APBD Kaltim Tahun 2016 sebesar Rp10,903 triliun diprediksi
Pemprov Kaltim bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 5,089
triliun, dana perimbangan Rp 4,529 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah Rp 484, 600 miliar.
Sedangkan komponen belanja, terdiri dari belanja tidak
langsung Rp 5,619 triliun dan belanja langsung Rp 5,283 triliun.Selain itu juga
ada pembiayaan penerimaan Rp 800 miliar.
Tak bisa dipenuhinya anggaran sebagaimana telah ditetapkan
di APBD Kaltim Tahun 2016, atau defisit, Kepala Dispenda Kaltim, Eddy Kuswadi
enggan menjelaskan. Terutama karena pos penerimaan yang menurun.
Sebenarnya, bukan hanya untuk tahun anggaran 2016 saja APBD
Kaltim mengalami koreksi. Pada tahun
sebelumnya, 2014, perhitungan sudah mengalami 'kekacauan'. Bahkan mengalami
defisit mencapai Rp1,6 triliun.
Ada beberapa masalah perhitungan yang tidak akurat waktu
itu. Ditambah lagi berpisahnya provinsi Kalimantan utara sebagai DOB (Daerah
Otonomi Baru), membuat struktur APBD Kaltim mengalami perubahan drastis.
Kemudian transfer dana perimbangan yang semula diprediksi Rp6,2 triliun
ternyata berkurang sampai Rp715 miliar.
Bagi Pokja 30, seperti dikatakan direkturnya, Carolus Tuah, defisit
anggaran yang terjadi di Kaltim justru membuka mata bahwa banyak anggaran tidak
penting tapi dipaksa masuk anggaran ada pembiayaannya.
"Kan itu jelas ada instruksinya dari Sekda, supaya SKPD
memangkas kegiatan yang tidak penting. Jadi, ya selama ini memang banyak yang
tidak penting masuk APBD," ujar Carolus.
Belanja-belanja yang minta ditunda dan terkesan tidak
penting itu di antaranya Belanja Langsung (BL) pada kegiatan yang tidak
menyentuh pelayanan publik, atau belanja yang tidak secara langsung mendukung
pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Misalnya, belanja untuk perencanaan, yang pekerjaan fisiknya
belum dapat dilakukan, pembangunan gedung baru, belanja tidak produktif
(orientasi lapangan, pakaian seragam acara tertentu), kegiatan seremonial atau
perlombaan yang tidak penting, pengadaan kendaraan, komputer, printer,
meubeler, hibah, bantuan keuangan. #in/le
=======================================================================
Goodbye APBD Rp11 Triliun
Tidak cukup hanya mengencangkan ikat pinggang dengan memangkas
kegiatan-kegiatann yang tidak perlu menghadapi defisit anggaran yang telah
dimulai sejak 2014 lalu. Tapi perlu terobosan.
Inilah dua tahun penuh dinamika dalam hal keuangan daerah.
Alih-alih ingin mendapatkan transfer anggaran dari pemerintah pusat lebih besar
karena Kaltim adalah penyumbang devisa terbesar Indonesia, yang terjadi malah
sebaliknya.
Setelah APBD tahun 2015 turun lebih Rp1,8 triliun dan
kemudian turun lagi pada APBD 2016 sebesar 1,6 triliun, diprediksi kondisinya
masih parah sampai APBD 2017. Prediksinya, APBD Pemprov Kaltim 2017 hanya Rp6,6
triliun.
Padahal, APBD Kaltim 2014 masih mengalami masa kejayaan
mencapai Rp11, 54 triliun. Ketika itu Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak malah
bersemangat untuk menambah karena jumlah anggaran itu dirasa kecil dibanding
kontribusi PDRB Kaltim secara nasional.
Ada dua pengaruh yang menyebabkan anjloknya lagi penerimaan
pada tahun 2017. Pertama, pada 2017 Pemprov Kaltim akan terbebani dengan
kewenangan untuk membiayai pendidikan menengah atas atau SMA sederajat. Ini
realisasi dari pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU itu, pendidikan tingkat SMA, sektor kehutanan, pertambangan dan
kelautan juga dialihkan dari kabupaten/kota ke Provinsi Kaltim.
Perubahan tersebut akan menambah cost anggaran Pemprov Kaltim. Misal, pengalihan tenaga guru SMA
sederajat, kemudian kehutanan, pertambangan dan kelautan akan menambah beban
Pemprov Kaltim karena harus ada cost
yang mesti dikeluarkan. Menurut catatan, ada sekitar 4 ribuan guru akan
ditanggung Pemprov Kaltim. Bukan hanya gaji, tapi juga biaya operasional
sekolah.
Hal kedua, ada beberapa kewenangan yang penyelenggaraan dan
urusan beralih ke provinsi tapi pendapatannya ke kabupaten/kota, misalnya pajak
air bawah tanah. Perizinan pajak air bawah tanah berada di pundak Pemprov
Kaltim meskipun hasilnya di kabupaten/kota. Namun, pajaknya dibayar ke kas
kabupaten/kota.
Tahun 2016, Pemprov Kaltim berjuang memangkas belanja sampai
35 persen. Bagaimana dengan tahun 2017?
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak sebenarnya tahu persis
solusinya, yaitu menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Tapi mampukah? Sebab
faktanya, pertumbuhan ekonomi Kaltim pun tidak mampu didongkrak Gubernur
sehingga daerah ini terpuruk dengan pertumbuhan ekonomi hanya bergerak 0,1
persen. #lo
Malah ke Luar Negeri
Defisit angaran yang sedang terjadi di tubuh pemerintahan semua level,
tak membuat para pejabat dan legislatornya tobat menggunakan anggaran untuk
kegiatan yang tidak perlu. Di Kaltim, mereka cuek berangkat ke luar negeri.
Kota Sochi, negara bagian di Rusia, jadi tempat tujuan
rombongan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak bulan Mei 2016 lalu. Ada sejumlah
pejabat, anggota DPRD dan Bupati Kutai Timur menyertainya.
Bagi Gubernur, ini adalah keberangkatan ketiga kali ke Rusia
setelah terjalin kerjasama dengan perusahaan Russian Railways yang rencananya
investasi membangun rel kereta api di Kaltim.
Gubernur berkilah, kunjungan itu bukan atas inisiatif
dirinya. Tapi karena undangan Presiden Joko Widodo yang kebetulan memang
melakukan tugas kerja ke sana. Bahkan agenda kunjungan termasuk jadwal diatur
oleh Sekretariat Negara (Setneg).
“Ini tidak ada plesiran seperti yang selama ini dituduhkan,”
tegas Awang Faroek Ishak kepada
Wartawan.
Kunjungan selama seminggu, sejak 18 Mei hingga 23 Mei itu
mendapat sorotan publik. Apalagi itu bukan yang pertama kali ke Rusia. Apa
pentingnya juga, sementara anggaran pembangunan yang semestinya dinikmati
rakyat sedang mengalami defisit.
Sebelumnya, bulan April, anggota DPRD Kaltim dari Komisi III
dan IV bersama pimpinan Dewan juga bepergian ke Cina selama sepekan, yakni 16
hingga 22 April 2016. Kabarnya, beberapa di antaranya ada membawa keluarga.
Walau belakangan ada yang membantah keberangkatan itu
menggunakan APBD alias memakai uang pribadi, tapi warga menyorotinya bahwa
keberangkatan ke luar negeri menandakan ketidakpekaan anggota DPRD Kaltim
dimasa defisit anggaran.
Menurut Direktur Pokja 30 Kalimantan Timur, Carolus Tuah,
justru aneh para anggota Dewan mengatakan tidak menggunakan APBD.
"Ke Cina itu agenda resmi atau tidak? Kalau itu
perjalanan dinas, itu uang pribadi mereka, pasti diganti, direamburse. Di sisi
lain, kalau mereka cuma jalan-jalan saja, ya ngaco saja jadi anggota dewan
begitu kan?" lanjut Tuah.
"Anggota DPRD teriak-teriak defisit anggaran, anggaran
mereka dipangkas ini dan itu, tapi mereka justru ke Cina. Itu menunjukkan
mereka sedang jalan-jalan, bukan aktivitas kedewanan. Lantas apa tugasnya
mereka sebagai wakil rakyat?" kata Tuah.
Begitulah kondisinya. Meski anggaran sudah jelas-jelas
mengalami defisit, tapi ulah para pejabatnya masih saja tidak melihat realita.
#lo
==============
=========================================////////////////////
Kontraktor Samarinda 'Menangis"
Sampai bulan Juni 2016, masih puluhan kontraktor yang belum terbayar
pekerjaannya. Padahal, mereka bekerja di tahun 2015.
Berita itu mencengangkan. Pemerintah Kota Samarinda
mengalami defisit Rp855 miliar. Kontraktor mulai blingsatan. Maklum, mereka
banyak bekerja tahun 2015 lalu. Mulai proyek-proyek beranggaran kecil menjelang
Pilkada Samarinda, sampai proyek besar.
Bulan Desember 2015 itu menjadi bulan buruk bagi mereka.
Rapat audiensi antara Pemeritah Kota (Pemkot) Samarinda dan puluhan kontraktor
di ruang rapat Balai Kota berlangsung penuh emosi.
“Kami ke sini hanya minta supaya Pemkot Samarinda memberi
kejelasan, kapan hak kami terbayarkan. Kalau pemkot tidak punya anggaran,
kenapa kami diminta ikut tender proyek tahun ini,” ucap Idham. Dia tidak
percaya pemerintah tidak punya dana membayar, karena menurutnya semua proyek
fisik, pasti sudah tertuang dalam Rencana Kegiatan Anggaran (RKA).
Penyebab terjadinya defisit di Pemkot Samarinda, tak
terlepas dari dinaikkannya target pendapatan asli daerah (PAD). Jika di APBD
2015 angkanya senilai Rp 435 miliar, maka di APBD Perubahan 2015 mencapai Rp
486 miliar.
Kedua, belanja daerah baik secara langsung dan tidak
langsung juga mengalami peningkatan. Belanja tidak langsung misalnya, jika di
APBD 2015 sejumlah Rp 1,3 triliun, maka di APBD Perubahan menjadi Rp 1,4
triliun. Belanja pegawai senilai Rp 1,1 triliun menjadi pendongkrak
meningkatnya belanja tidak langsung pemkot.
Sementara itu, belanja langsung, angkanya mencapai Rp 2,1
triliun. Dari total pengeluaran itu, pembayaran proyek kontrak tahun jamak
(multiyears contract/MYC) menjadi yang terbesar dengan jumlah Rp 510 miliar.
Tak ada jalan lain. Mengatasi masalah tersebut solusinya
adalah rasionalisasi belanja, termasuk memangkas perjalanan dinas. Kegiatan
yang tidak terlalu penting dan belum mendesak lebih baik diusulkan tahun depan.
Seperti pembangunan jembatan dan renovasi.
“Nah, anggarannya kita ambil untuk menutupi defisit,” kata
Sugeng Chairuddin, Kepala Bappeda Samarinda.
Begitu juga perjalanan dinas. Sugeng mengatakan, undangan
yang tidak begitu mendesak tak perlu dihadiri. Koordinasinya cukup melalui
surat elektronik dan teleconference.
Ya, begitulah. Sampai bulan Juni 2016, persoalan utang
dengan pihak ketiga itu masih belum kelar juga. #lo
=====================================================================
Kukar Cari Utangan
Tadinya, Pemerintah Kabupaten
Kutai Kartanegara optimistis APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)
menyentuh Rp6, 9 triliun. Tapi, "badai" krisis global datang dan APBD
tinggal Rp4,3 triliun.
Begitu dilantik menjadi Bupati Kukar kedua kali bulan
Pebruari 2016, Rita Widyasari mulai kelimpungan untuk mengatasi badai defisit.
Bersama pasangannya Edi Damansyah yang mengusai masalah birokrasi, langkah
pertama adalah memotong alokasi anggaran kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah).
Di Diinas Pendidikan misalnya, jika tahun sebelumnya ada
program kerja satu guru satu rumah, tahun 2016 tidak bisa direalisasikan lagi. Begitu
juga dinas-dinas lainnya. Instruksi dari bupati; prioritaskan urusan wajib
saja.
Rita mulai pening. Saat ada Musrenbang Kaltim, bupati
perempuan antusias bertanya kepada Reydonnyzar Moenek, Dirjen Bina Keuangan
Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), bagaimana prosedurnya meminjam
uang dari bank luar negeri.
Rupanya Rita terpancing dengan paparan pertama Reydonnyzar ketika terjadi
defisit memungkinkan untuk pinjam uang.
MenurutReydonnyzar pada saat Rapat Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) 2017 di Convention Hall Samarinda, beberapa waktu lalu itu (4/4/2016),
saat terjadi defisit sebaiknya jangan pinjam uang. Pejabat daerah jangan
berekspektasi terlalu tinggi. Karena kalau pinjam itu harus ada jaminan
pengembaliannya.
Seperti yang disampaikan Reydonnyzar, daripada meminjam
uang, pejabat daerah lebih baik melakukan restrukturisasi APBD dengan
efisiensi. Seperti hanya menggelar kegiatan bersifat penting (belanja wajib
mengikat), dan pemanfaatan aset.
Reydonnyzar mengatakan, pinjaman jangka pendek tidak
diperkenankan dengan kondisi defisit. Sedangkan jangka menengah dan panjang
bisa dilakukan, terutama yang menghasilkan cost recovery (pengembalian biaya
operasi).
“Rumah sakit (BLUD) ini bisa, termasuk TPA sampah yang
penting bisa menghasilkan cost recovery,” ungkap Reydonnyzar.
Pemkab Kutai Kartanegara termasuk yang pusing tujuh
keliling. Karena puluhan bahkan ratusa proyeknya yang telah disusun bakal tidak
bisa dilanjutkan. Juga 15 proyek kakap yang mandeg karena tidak bisa
diselesaikan tepat waktu. Utang terhadap kontraktor mencapai Rp534 miliar.
“Kalau bisa pinjam
uang kenapa tidak. Saya menanggapi positif saja apa yang disampaikan, apalagi
beliau mengatakan saat defisit bisa berutang saya senang dengan pernyataan
itu,” ujar Rita kepada Wartawan.
Bupati Kukar mengakui menjajaki soal utangan itu ke Islam
Development Bank (IDB) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Kepala Bappeda Kukar Totok Heru Subroto menanggapi, soal
pinjaman ke IDB pihaknya melakukan verifikasi proyek mana yang memungkinkan
didanai oleh pinjaman.
Anehnya, meski dilanda defisit Bupati Kukar Rita Widyasari
masih memasang iklan ucapan selamat berbuka puasa di televisi nasional. Bahkan
ia tampil sedirian tanpa didampingi wakilnya selama bulan Ramadhan, sehingga
mengesankan ia sengaja mementingkan pencitraan dengan menggunakan uang Pemkab
Kukar. Hampir bisa dipastikan miliaran rupiah digelontorkan untuk membayar
iklan ucapan tersebut. #le
=======================================================================
Balikpapan pun Pening
Tahun 2016, Pemkot Balikpapan mengalami defisit anggaran sebesar Rp
606.565.303.950. Itupun masih angka sementara, karena bisa saja prediksi
pendapatan yang telah disahkan - terutama bersumber dari transfer pemerintah
pusat tidak tercapai.
Memang bikin pening dan perlu kerja keras. Pemerintah kota
bersama DPRD Balikpapan berupaya mencari sumber-sumber penerimaan untuk menutup
defisit yang sedang terjadi. Skenarionya, Jika skema tambahan anggaran tersebut
tidak terpenuhi, maka Pemkot melakukan rasionalisasi kembali BL (Belanja
Langsung) tahun anggaran 2016 sebesar 15 %. Sehingga secara keseluruhan total
rasionalisasi adalah 30 % .
Ini dia rupa-rupa yang dirasionalisasi. Yaitu; 1)Tetap menjaga capaian out put dan outcame kinerja RPJMD. 2) Selektif pada
belanja modal kendaraan bermotor dan peralatan/perlengkapan kantor. 3) Mengurangi/
meniadakan kegiatan bersigat seremonial. 4) Mengurangi/meniadakan konsumsi
rapat. 5) Menghemat pemakaian ATK. 6) Menunda kegiatan yang dapat dialihkan
pada tahun berikutnya.
“Kami semua
kebingungan, mana program yang harus dipangkas, karena hampir semua berkaitan
dengan kebutuhan warga Balikpapan. Pemangkasan anggaran 30 % tersebut, nilainya
kurang lebih 500 Milyar,”ungkap Syukri Wahid, Ketua komisi I DPRD Balikpapan.
Semula, usulan program daerah sebesar Rp 3,1 triliun. Tapi
usulan itu jauh melampaui kemampuan kas daerah yang pendapatannya diperkirakan
hanya sekitar Rp 2,5 triliun, sehingga terjadi defisit Rp570 miliar.
Sebenarnya, dalam perhitungan Walikota Rizal Effendi, angka
defisit itu bakal mampu ditutupi karena masih ada Silpa (Sisa Lebih Penggunaan
Anggaran) 2015 sebesar RP565 miliar lebih.
Tapi apa mungkin bisa dibilang dalam posisi aman?
Tentu saja tidak. Langkah pemotongan anggaran di SKPD
mencapai 30 persen adalah salah satu langkah agar keuangan daerah tidak
mengalami guncangan bahkan kekacauan. Apalagi, soal defisit anggaran tahun 2016
ini sebenarnya tergolong kecil, dibanding defisit yang pernah dialami daerah
itu tahun anggaran 2015, yakni hampir Rp800 miliar.
Diantara program yang dipangkas, diantaranya program bedah
rumah gakin (keluarga miskin). Pekerjaan dari Dinas Tata Kota dan Perumahan
(DTKP) itu hanya bisa melakukan bedah
rumah sebanyak 20 unit dari sebelumnya 40 rumah. #lo